Hati-hati dalam Menilai Orang |
- Hati-hati dalam Menilai Orang
- Pertobatan menghadirkan kemenangan
- Saat Anda Tak Mampu Memahami Situasi Terburuk
Posted: 02 May 2014 05:49 PM PDT Posted on Sabtu, 3 Mei, 2014 by Saat Teduh - Diambil dari Renungan Gereja Kristus Yesus - Bacaan Alkitab hari ini: Ayub 4-5 Ketika diminta untuk menilai keadaan dan kepribadian seseorang yg kita kenal, pada umumnya kita akan menilai dari sisi positif serta sisi negatif. Saat menilai sisi negatif, berhati-hatilah terhadap kecenderungan menghakimi karena pemahaman kita terbatas. Elifas memiliki kecenderungan untuk menghakimi sehingga ia salah dalam mengambil kesimpulan tentang Ayub. Awalnya, Elifas memuji kearifan Ayub berkenaan dengan orang-orang yang memerlukan uluran tangannya, tetapi kemudian pujian tersebut berubah menjadi kritik pedas (4:3-6). Pengalaman hidupnya dijadikan standar untuk menyimpulkan bahwa "orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga" (4:8). Dengan kata lain, Elifas menganggap malapetaka yang dialami Ayub sebagai tuaian atas apa yang telah dia tabur di masa lalu. Elifas menuduh bahwa Ayub telah melakukan dosa yang mengakibatkan kehancuran hidupnya (5:17-18). Oleh karena itu, Ayub harus bertobat agar Allah memberkati dia (5:18-27). Kita perlu berhati-hati ketika menilai orang. Jika kita tidak hati-hati, penilaian kita akan menjadi penghakiman. Tuhan tidak mengizinkan kita menghakimi karena kita bisa jatuh dalam kesalahan yang sama. Yang berhak menghakimi adalah Tuhan sendiri (Roma 2:1-3). Kita perlu belajar untuk tidak menghakimi orang lain, terutama orang yang sedang menderita. Seharusnya kita mendoakan dan mendorong orang yang sedang menjalani pergumulan yang berat agar tabah, bukan mengkritik atau memberi penilaian yang sembrono. Mintalah hikmat Tuhan agar kita dapat menghibur mereka yang tertimpa musibah dengan kata-kata yang tepat, sekaligus menciptakan suasana persaudaraan.[Souw] Roma 2:1 Filed under: Renungan Harian |
Pertobatan menghadirkan kemenangan Posted: 02 May 2014 05:48 PM PDT Posted on Sabtu, 3 Mei, 2014 by Saat Teduh Baca: 1 Samuel 7:2-17 Mengapa hidup umat Israel tetap menderita dijajah Filistin? Padahal dari perikop sebelumnya, kita tahu tabut Allah sudah kembali ke tanah Israel (1) dan orang Filistin pun sebenarnya kapok menghadapi Yahweh karena dewa Dagon tidak sanggup menghadapi keperkasaan Yahweh. Bukti bahwa Israel bertobat ialah mereka meninggalkan semua ilah asing (4) dan mengikrarkan loyalitas tunggal pada Tuhan (6). Tuhan menerima persembahan kurban mereka (9) dan memenangkan peperangan mereka melawan Filistin (10-11). Sebagai pengakuan bahwa memang Tuhanlah yang telah membela umat-Nya dari Filistin, Samuel pun mendirikan tugu yang dinamainya Eben-Haezer (12). Kemenangan yang Allah berikan kepada umat-Nya sungguh tuntas (14). Dari kisah ini, kita belajar dua hal. Pertama, saat masalah menerpa kita, kita harus memeriksa diri dengan jujur kalau-kalau ada dosa yang harus diakui, bertobat, lalu menjalani hidup baru dengan setia melakukan kehendak Tuhan. Pertobatan adalah cara terbaik mengalami pemulihan, berkat dan bahkan kemenangan. Pertobatan sejati juga ditunjukkan dengan hanya menyembah kepada Tuhan. Hidup berimankan Tuhan di setiap waktu itulah kekuatan kita menghadapi masalah apa pun. Kedua, dari kehidupan Samuel, kita belajar menemukan bahwa Tuhan memberkati pekerjaan bahkan pergumulan hamba-Nya. Pemimpin yang tekun di dalam Tuhan mendatangkan keselamatan bagi yang dipimpinnya. Mari kita menjadi umat-Nya yang setia dan mendukung pemimpin kita untuk hormat dan kemuliaan Tuhan. - diambil dari Santapan Harian Scripture Union Indonesia. www.su-indonesia.org - Filed under: Renungan Harian |
Saat Anda Tak Mampu Memahami Situasi Terburuk Posted: 01 May 2014 04:27 PM PDT Posted on Jumat, 2 Mei, 2014 by Saat Teduh - Diambil dari Renungan Gereja Kristus Yesus - Bacaan Alkitab hari ini: Ayub 3 Ayub tidak mengetahui bahwa dibalik penderitaan yang dia hadapi ada skenario besar untuk menguji integritas dan kesalehannya. Tuhan mengizinkan Iblis untuk menguji Ayub dengan cara apa saja, asal nyawanya tidak diusik (1:12; 2:6). Iblis pun menyerang Ayub untuk mematikan imannya. Harta benda Ayub—yaitu hewan-hewan yang jumlahnya amat banyak—lenyap dirampas musuh. Kesepuluh anaknya mati akibat bencana alam (1:13-19). Bahkan, kesehatan Ayub diserang Iblis dengan barah yang busuk dari telapak kaki sampai ke ujung kepala (2:7-8). Dalam ketidakmengertiannya, penderitaan yang sangat berat membuat Ayub menyesali keberadaannya di dunia. Ia berandai-andai bahwa seandainya ia tidak pernah dilahirkan, ia tidak perlu menanggung penderitaan yang begitu hebat (3:3-7). Bahkan, ia berharap agar tidak merasakan getirnya kehidupan, "mengapa aku tidak mati waktu aku lahir atau binasa waktu aku keluar dari kandungan?" (3:11-19). Ia tidak mengerti mengapa ia tetap hidup walaupun penderitaan datang silih berganti. Dalam keadaan seperti itu, mati nampak lebih menyenangkan daripada hidup (3:20-24). Sekalipun kesal, Ayub tidak mengutuki Tuhan. Dia putus asa, tetapi tidak mengumpat Tuhan. Ia merasa sesak, tetapi tidak menuduh Tuhan berlaku kurang adil. Ayub tidak berbuat dosa dengan perkataan dan sikap hatinya. Memahami penderitaan dan penyebabnya tidaklah mudah. Mungkin kita sering seperti Ayub yang mempertanyakan mengapa penderitaan menimpa kita. Kita berdoa dengan sungguh-sungguh, tetapi jalan keluar dari kesulitan tak kunjung datang. Pergumulan hidup apa pun yang menyusahkan kita jangan sampai membuat kita berbuat dosa melalui ucapan maupun tindakan kita. Saat kita tidak mampu memahami situasi terburuk, berdoalah meminta bimbingan dan kekuatan Tuhan. [Souw] Roma 8:37 Filed under: Renungan Harian |
You are subscribed to email updates from Saat Teduh To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 comments:
Post a Comment