Tuhan Tidak Dapat Mencegah Manusia Untuk Berbuat Jahat?- Bagian 18 |
Tuhan Tidak Dapat Mencegah Manusia Untuk Berbuat Jahat?- Bagian 18 Posted: 27 May 2014 08:09 AM PDT Oleh : Martin SimamoraTuhan Tidak Dapat Mencegah Manusia Untuk Berbuat Jahat? Bacalah lebih dulu bagian17 Memang sungguh sulit untuk dibantah bagaimana Yesus secara ketat mengaitkan dirinya dengan Perjanjian Lama; tudingan kelompok ateis bahwa Yesus tidak lebih baik daripada Tuhan Perjanjian Lama atau setidak-tidaknya Yesus memangmengafirmasi semua kitab Perjanjian Lama dengan demikian dimanipulasi untuk justru mengontradiksikan Yesus dengan nubuat-nubuat Perjanjian Lama atau bahkan dikatakan bahwa Yesus terkait dengan PL semata-mata adalah rekayasa semua penulis Injil! Namun bagi orang percaya sejati, Injil Markus. Misalnya, justru akan memberikan sebuah sudut pandang yang sangat keras terkait relasi kokoh antara Yesus dan Perjanjian Lama : Markus 9:2-7 "Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka,(3) dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus.(5) Kata Petrus kepada Yesus: "Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."(6) Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan.(7) Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia." Injil Matius memberikan juga sebuah perspektif yang sangat ketat terkait relasi antara Yesus dengan Perjanjian Lama, khususnya Musa: Matius 19:6-8 "(6) Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."(7) Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?"(8)Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian." Injil Yohanes pun memberikan perspektif yang sangat integral antara Yesus dengan Perjanjian Lama: Yohanes 7:19,21-23 "(19)Bukankah Musa yang telah memberikan hukum Taurat kepadamu? Namun tidak seorangpun di antara kamu yang melakukan hukum Taurat itu. Mengapa kamu berusaha membunuh Aku?"(21) Jawab Yesus kepada mereka: "Hanya satu perbuatan yang Kulakukan dan kamu semua telah heran.(22) Jadi: Musa menetapkan supaya kamu bersunat--sebenarnya sunat itu tidak berasal dari Musa, tetapi dari nenek moyang kita--dan kamu menyunat orang pada hari Sabat!(23) Jikalau seorang menerima sunat pada hari Sabat, supaya jangan melanggar hukum Musa, mengapa kamu marah kepada-Ku, karena Aku menyembuhkan seluruh tubuh seorang manusia pada hari Sabat. Kemudian, Injil Lukas memberikan sebuah perspektif bahwa memang benar kitab para nabi dalam PL bertutur tentang dia, bahwa kitab purba itu bertutur tentang Allah yang hidup dan KEKAL :
Yesus bahkan memberikan pengotentikan atas kitab purba dan kerap dipandang usang oleh hampir semua manusia dalam sebuah cara yang mencengangkan. Mencengangkan sebab Yesus tidak hanya mengafirmasi pada kitab dan peristiwa tragis air bah dan musnahnya Sodom dan Gomorah, tetapi secara telak memberikan sebuah kesamaan pada era MASA MENDATANG! Kitab-kitab purba dan usang itu oleh Yesus dinyatakan sebagai refleksi masa depan dunia dan manusia dalam sebuah tragedi akibat dosa dan pemberontakan terhadap kehendak Allah :
Yesus dalam hal ini menyatakan "penentuan Allah sebelumnya" atau "predestinasi" atas peristiwa-peristiwa dan manusia masa depan terkait bagaimana dunia fana ini akan menghadapi realita yang telah ditentukan oleh Allah, dimana kelak Anak Manusia menyatakan diri-Nya. Tidak ada yang akan menganggapnya; akan dipandang hanyalah omong kosong belaka; yang pada dasarnya berbagai pikiran dan sangkaan yang menyatakan bahwa hal semacam ini tidak masuk akal, merujuk fakta yang menunjukan Allah tidak memiliki kedaulatan total atas SEGALA sesuatu. Toh... orang yang menentang "penentuan sebelumnya," dapat berkata bahwa semua manusia bebas untuk berbuat suka-sukanya; Tuhan diam saja atas kemerajelelaan dosa. Kemerajalelaan dosa telah dinilai sebagai ketidaan atau ketakberdayaan Tuhan. Cara Allah menjelankan pemerintahannya; cara Allah merencanakan perjalanan semua ciptaan-nya dalam cara "semacam" ini telah disalahmengerti sebagai sebuah ketiadaan Tuhan atau Tuhan memiliki kedaulatan terbatas. Kita telah melihat dalam peristiwa-peristiwa "mikro" seperti pada Petrus, Yakobus, atau pada bagian-bagian yang lebih awal : Ayub, tidaklah demikian. Allah telah menetapkan sebelumnya atau penentuan oleh Allah atau predestinasi merupakan sentral untuk memahami keberadaan Allah pada situasi-situasi yang membuat kita akan menyangka bahwa Allah sama sekali tidak ada atau omong kosong; kala manusia menuding Allah tidak ada didalam bencana, tragedi, kematian. Ya...seperti yang dipikir atau disangka oleh isteri Ayub. Sangkaan semacam ini JUSTRU akan mengafirmasi penentuan sebelumnya oleh Yesus terkait kondisi manusia jelang kedatangannya kembali yang akan seperti era Nuh dan era Lot- seperti sudah dikemukakan-Nya dalam lukas 17:26- 27. Sepatutnya anda tidak terburu-buru berprasangka buruk terkait hal ini, walau saya sendiri dapat memahami ketika hal ini dipandang sangat buruk. Secara umum tidak hanya ada banyak orang Kristen yang menentangnya, tetapi juga kaum ateis; hanya saja kaum ateis jauh lebih taktis dan cerdas menyerangnya sehingga memiliki dampak langsung pada impresi hancurnya kredibilitas pada pertama-tama para penulis Injil yang pada akhirnya tanpa dapat ditahan-tahan lagi menjadikan Yesus sebagai percuma dan omong kosong untuk anda jadikan tumpuan keberimanan anda. Tentu dalam hal ini saya menyatakan ini untuk sebuah kepentingan mendasar bahwa Yesus Kristus dan kitab suci anda telah lama disudutkan oleh realita yang mereka temukan, namun anda sangkali ; dalam hal ini anda tidak dapat memberikan sanggahan apapun yang berarti kepada mereka yang secara serius dan sepenuh hati menghancurkannya, sebab anda sendiri telah membuang jauh-jauh perihal penentuan sebelumnya atau predestinasi jauh-jauh dalam kehidupan beriman anda. Hal yang mengerikan karena dengan demikian menjadi tak jelas, siapakah Yesus yang sedang anda imani sebagai sebuah konsekuensi logis kala anda membuangnya (dalam hal ini saya tidak hendak mengatakan bahwa kebenaran iman anda sangat bergantung pada kelogisan anda memahami Tuhan, tidak demikian sama sekali). Mari kita lihat kembali, hal dimana manusia akan menyangka bahwa Allah tidak ada atau sama sekali tidak patut untuk diandalkan atau dipercaya sebagai memang TUHAN; dimana segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Yesus hanya membuat iman manusia runtuh atau rusak seperti yang diderita oleh para murid-muridnya. Lukas membantu kita memahami bagaimana Yesus walau memiliki momentum yang demikian gemilang untuk luput dari pengadilan yang tak adil dan penuh muslihat ini, pun tak serta merta Yesus menjadi "panik" seolah-olah akan mengancam ketetapan yang harus terjadi atas dirinya sebagaimana dinyatakannya sendiri, lebih dari satu kali. Namun disaat yang sama, manusia akan memandangnya sebagai Yesus yang tak berdaya atau Allah yang tak dapat berbuat apapun. Mari kita lihat dua situasi terkait hal ini menurut Injil lukas :
Perhatikan tudingan-tudingan serius yang dihujamkan pada diri Yesus, jenis tudingan yang luar biasa serius berbahaya. Sebuah kondisi yang memberikan kepastian akhir pelayanan Yesus yang tragis sebagai sebuah antiklimaks memalukan dihadapan manusia. Terhadap dakwaan-dakwaan yang dibebankan pada Yesus, Pilatus menyampaikan putusannya
Berbeda dengan keyaakinan para penuding. Tidak ada satu hal yang meyakinkan diri Pilatus bahwa Yesus memang bersalah; dia menyatakan tidak mendapati kesalahan apapun! Tidak ada dasar atau bukti legal bagi Pilatus untuk menjadi dasar menjatuhkan vonis apapun! Apa yang menarik disini?Bahwa "Allah telah menetapkan sebelumnya" atau "predestinasi" tidak sama sekali menghancurkan atau membunuh apa yg kerap disebut sebagai "free will" manusia; tetap para manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan seluruh keberadaannya ( anda bisa membaca "If Predestination is True, then How can There be Free Will"). Kita bahkan telah menemukan situasi-situasi yang dalam pandangan manusia, rasional untuk dikatakan sebagai sebuah situasi yang membahayakan bagi penentuan sebelumnya. Momentum Yesus dapat lolos dari persidangan keji semacam ini nyata telah terjadi bukan satu kali saja, hal yang sebenarnya berpeluang menggagalkan firman Yesus sendiri. Kita pada bagian-bagian sebelumnya telah melihat Yesus telah mempredestinasi apa-apa yang harus terjadi; menurut Injil Matius, setidaknya ada 3 kali Yesus menyampaikan apa yang telah menjadi ketetapan Allah yang harus terjadi : Matius 6:21, Matius 17:22-23, dan Matius 20:17-19. Dalam peristiwa-peristiwa Allah telah menetapkan sebelumnya, yang terlihat adalah bagaimana kedaulatan Allah atau Allah yang berdaulat sama sekali tidak membutuhkan "persetujuan" manusia yang bagaimanapun, agar atau dengan maksud agar penggenapan berlangsung sempurna; mengapa manusia tidak dilibatkan? Sebab penentuan sebelumnya berlangsung SEBELUM DUNIA JADI. Itu sebabnya segala jenis reaksi manusia yang negatif dapat berbunga lebat atau bebas saja untuk terjadi dan tidak memusingkan Allah sama sekali. Allah telah menetapkan sebelumnya bahkan sebelum segala sesuatu ada dalam segenap derajatnya, sejatinya berbicara Allah yang merencanakan sebelum segala sesuatu ada dalam segenap derajatnya, bahasa yang Alkitab gunakan kerap menunjukan pada bahkan sebelum seseorang itu hadir atau lahir di dunia ini atau sebelum dunia ini ada (Coba pertimbangkan Efesus 1:3-4; 1 Petrus 1:8-9, Roma 11:4-10, Kolose 3;12, Roma 8:29,33). NAMUN Allah merencanakan sangat berbeda dengan manusia merencanakan; dalam hal apa, selain realita bahwa rencana Allah dibuat sebelum dunia dijadikan? Dalam hal kemampuan mewujudkan dan kepastian perwujudannya; manusia dibatasi oleh keterbatasan-keterbatasannya sebagai mahluk ciptaan, sementara di sisi lain, Allah tidak dibatasi oleh setiap hal yang merupakan kealamian benda-benda ciptaan untuk menjadi terbatas; Allah memiliki kedaulatan yang tak dapat disekati oleh apapun juga dalam dunia ciptaan. Mari kita lihat sejenak, beberapa ayat yang menunjukan Allah merencanakan atau merancangkan sesuatu dan sekaligus berdaulat atas setiap obyek rancangannya :
Apakah, menurutmu, Allah pun memiliki rancangan atas dirimu ataukah tidak?
Tidak ada manusia yang tidak merencanakan jalan hidupnya sebab manusia diberikan oleh Allah rasio untuk berpikir dan melakukan pertimbangan bagi dirinya, TETAPI apakah pernah manusia mampu memastikan rencana atau pikiran-pikirannya untuk terlaksana dan terwujud secara pasti? Tidak selalu dan tidak ada kepastian. Jika Yeremia berkata bahwa TUHAN memiliki rancangan-rancangan atas seorang manusia maka jelas Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya. Apakah menurut anda dalam hal Allah telah menetapkan sebelumnya atau mempredestinasikan maka manusia kemudian kehilangan kemampuan rasionalnya untuk merencanakan dan menimbang apapun juga yang dipikirnya baik? Kita melihat dalam Predestinasi, manusia sama sekali tidak kehilangan apa yang dipikir sebagai "free will."
Menurut anda, adakah yang salah dengan teks ini? Apakah anda merasa seperti seseorang yang dirampas kemerdekaan untuk mewujudkan keinginanmu? Namun yang lebih penting lagi, apakah memang benar anda sebagai manusia memang memiliki kapasitas penuh untuk mewujudkannya ataukah anda mengakui bahwa memang anda terbatas? Jika anda tidak setuju dengan teks diatas, mengapa anda berdoa kepada Allah, misal, dalam merencanakan bisnis? Apakah anda mengantisipasi bahwa jawaban doa anda akan SELALU ya atau anda juga mengantisipasi tidak? Baik "tidak" atau "ya", apakah penyebabnya? Apakah anda setuju jika jawaban dari Tuhan PASTI merupakan KEPUTUSAN TUHAN pada dasarnya? Cobalah juga dengan menimbang ; Amsal 19:21, Roma 11:36, mazmur 138:8, Yesaya 55:8-9, Ratapan 3:37, Mazmur 33:10-11, Kejadian 50:20? Dan yang lebih penting lagi, bukankah anda masih percaya bahwa Yesus adalah Yesaya 9:6, dan menjadi dasar bagi anda untuk bermohon, berseru, meminta? Ataukah Yesus sudah terlampau kuno atau usang untuk diandalkan sebab mana mungkin dia paham dengan bisnisku yang moderen dan canggih; mana bisa dia sanggup melawan konspirasi jahat melawan bisnisku, sebab menolong dirinya sendiri saja tak dapat, sebab Yesus sungguh fatalistik, apa dasarku mengharap pada Yesus yang fatalistik? Apakah ini pikirmu? Dalam pengadilan yang dijalani Yesus, para manusia boleh bagaimanapun juga berpikir dan bertindak apapun juga, dan pada saat yang sama, Yesus memilih diam dan tidak melakukan sebuah tindakan darurat untuk mengantisipasi kemungkinan penyimpangan atas apa yang telah ditetapkan Allah sebelumnya. Sebab tindakan Yesus ini didasarkan pada "penentuan sebelumnya," yang penggenapanya berlangsung dalam kealamian sebagai sebuah sejarah manusia. Sejarah dan manusia yang menjadi Obyek kepentingan dan kedaulatan Allah (Cobalah untuk membaca Maz 103:19, Maz 115:3, Maz 135:5-6, Yesaya 46:10, Daniel 4:34,Efesus 1;11,Keluaran 14, Yosua 10, 1 Raja-Raja 17, 2 Raja-Raja 6:5,Daniel 2:37, Yeremia 25:9, 27:6, 43:10) Dan momen dimana "ketetapan Allah" atas Yesus atau prediksi Yesus sendiri berpotensi runtuh, keadaan untuk kesekian kalinya terancam, terus berlanjut secara alamiah dalam pandangan manusia, namun jelas dalam ketentuan Allah sendiri. Mari kita lihat bagaimana Injil Lukas menyajikan situasi semacam ini :
Ini luar biasa! Kesekian kalinya kita melihat bagaimana "penetapan atau penentuan Allah sebelumnya" sama sekali tidak mengekang "free will" manusia-manusia itu, sehingga menciptakan berbagai situasi yang mengesankan bahwa "penentuan sebelumnya" atas Yesus berkesan mengalami penundaan setidak-tidaknya; disamping secara bersamaan, dalam kaca mata manusia, mengesankan Allah tidak berdaulat penuh atas manusia atau tidak dapat mencegah manusia untuk berbuat jahat. Ketika Pilatus terlihat nyata TIDAK MELIHAT KESALAHAN APAPUN (ini sebuah keputusan yang menunjukan bahwa orang itu harus dibebaskan demi hukum), maka para lawan Yesus, melawan keputusan itu dengan keras. Kita melihat ada momentum dimana Yesus berpotensi dapat lepas dari dakwaan apapun juga demi hukum, sekaligus kita melihat momentum dimana massa makin kuat mendesak. Ini sebuah situasi yang berbahaya ketika rakyat tidak sejalan dengan negara dalam konteks massa dalam sebuah desakan yang sulit untuk dibendung. Andaikan anda menyaksikan secara dekat pada momentum ini, apakah yang rasional tercetus dalam benak anda? Sejujurnya pasti benak anda akan berkata bahwa Yesus telah salah fatal dalam melakukan prediksi; bahwa penentuan sebelumnya yang diutarakan Yesus hanya tinggal menunggu waktu untuk runtuh. Atau anda dapat berkata bahwa penentuan sebelumnya oleh Allah bukan hal yang pasti atau certain. Kelak kita akan melihat bahwa dalam proses perjalanan penggenapan atas "penentuan sebelumnya" dapat berkesan gagal namun tujuan dari "penentuan sebelumnya" tidak mungkin gagal pada kenyataannya. Sangkaan-sangkaan semacam ini hanya melahirkan sebuah kehidupan rusak yang menanti pembinasaan saja sebab ini berarti runtuhnya keyakinan pada manusia terhadap Tuhan atau tidak berdasar sama sekali untuk menghormati keberadaan Tuhan; ya... seperti yang telah digambarkan oleh Yesus sendiri dalam injil Lukas 17:26-27. Terlebih lagi dalam realitanya, pewujudan "penentuan sebelumnya," pada kenyataan melibatkan sebuah kompleksitas yang memang pelik; sebuah kealamian dari "penentuan sebelumnya" yang tidak melenyapkan kehendak bebas atau free will para manusia. Kita bahkan selanjutnya melihat kompleksitas yang bersifat politis. Ini terlihat kala ditimbangnya opsi politik dan legal yang dapat digunakan Pilatus untuk menyelamatkan dirinya dari situasi yang tidak mudah ini, dilematis? Lagi-lagi kita melihat sebuah hal yang luar biasa terkait " penentuan sebelumnya" oleh Allah: mengetahui bahwa Yesus berasal dari Galilea maka Pilatus tahu bahwa Herodes lebih berwenang untuk memutuskan perkara orang tak bersalah ini. Herodes Antipas ( ayahnya: Herodes Agung) dikatakan WAKTU ITU berada di Yerusalem; Yesus sekalipun dalam hal ini TIDAK berpindah lokasi pengadilan yang tetap berada di Yerusalem, sebuah lokasi yang telah disebutkan oleh Yesus harus menjadi tujuan untuk mengalami penderitaan dan kematian! Mari kita lihat sejenak:
Herodes tidak memutuskan apapun terkait apakah Yesus bersalah atau tidak, namun menista dan mengolok-olokan Dia, bahkan mengenakan jubah kebesaran pada Yesus, lantas mengirimkan Dia kembali kepada Pilatus. Injil Yohanes memberikan gambaran yang istimewa bagaimana di tangan Pilatus , status hukum Yesus ditentukan:
Pilatus tidak menemukan kesalahan Yesus, dalam cara yang bagaimanapun; inilah yang mendasari Pilatus untuk berkata "ambillah Dia dan hakimilah Dia menurut hukum Tauratmu." Namun orang-orang Yahudi menolaknya dengan berkata "kami tidak diperbolehkan membunuh seseorang." Perhatikan bagaimana Injil Yohanes menyatakan situasi semacam itu dengan menyatakan "demikian hendaknya supaya genaplah firman Yesus." Dalam peristiwa yang dikatakan alamiah ini, tidak hendak mengatakan sama sekali bahwa manusia-manusia ini merdeka bertindak apapun dalam derajat dimana Allah sedang menantikan saja apa yang akan dilakukan manusia, seolah Tuhan tiba-tiba bergantung pada manusia dalam penggenapan firman Yesus! Pada peristiwa ini, kembali kita meliihat bahwa para penulis injil sendiri MENGAKUI Predestinasi atau penentuan sebelumnya sebagai sentral Kitab Suci, bagaimana "penentuan sebelumnya," disajikan sebagai sebuah peristiwa-peristiwa yang demikian alami (tidak perlu Allah berimprovisasi seperti dituding oleh salah satu "unholy trinity") sehingga tidak mungkin dipercayai sebagai sebuah predestinasi yang disangkakan sebagai sebuah peristiwa yang sampai-sampai Allah perlu melakukan improvisasi atau dalam hal ini Allah sampai perlu menjejalkan berbagai kejahatan dan kegelapan didalam diri manusia sehingga manusia benar-benar jahat. Tidak perlu sama sekali sebab semua Injil telah menggambarkan bagaimana para lawan Yesus memiliki ambisi yang menggebu-gebu untuk membunuh Yesus, dan dalam hal inilah Predestinasi atau "penentuan sebelumnya" oleh Allah terjadi secara sempurna. Mengapa "free will" manusia tetap bebas-bebas saja berkreasi dalam Predestinasi? Jawabnya adalah: karena Predestinasi memang tidak memerlukan kerjasama manusia atau pembungkaman/penghancuran "free will" seolah-olah itu dapat membahayakan apa yang menjadi maksud atau rencana Allah, ia/predestinasi adalah aktivitas Allah yang berdampak pada dunia ciptaan-Nya; Allah yang menentukan apapun dan siapapun seturut rencana-Nya dan kehendak-Nya atau kerelaan-Nya. Petrus tidak perlu dilibatkan oleh Yesus dalam sebuah skenario jahat YANG DICIPTAKAN ALLAH yang harus dilakoni sebab Petrus hanya perlu melakoni apa yang pada dasarnya menjadi kemauan hati dan sangkaan pikirannya terhadap apa yang dialami, dilihat dan dirasakannya- apapun pikiran dan perbuatan yang mengalir dari dirinya adalah sebuah kealaamian seorang manusia yang terbatas dan terbelenggu dosa dan memerlukan Juru selamat tanpa dapat ditawar sedikitpun—dalam hal ini pun berlangsung dalam penentuan sebelumnya oleh Allah untuk pasti terjadi; demikian juga Yudas dalam operasi kejahatannya. Dan tentu saja semua manusia yang terlibat dalam penentangan, perlawanan, konspirasi jahat, pengkhianatan hingga kematian Yesus dalam sebuah cara yang tepat seperti apa yang telah difirmankan oleh Yesus. Tidak melenceng dan tidak ada alternatif sedikitpun! Itu tidak memerlukan para manusia untuk memenuhi skenario-skenario tertentu. Skenario Allah— jika hendak dikatakan dalam cara semacam ini untuk tujuan kepraktisan-- tidak memerlukan kerjasama dari pada manusia sebab jika demikian maka dunia adalah panggung sandiriwara. Skenario di tangan Allah adalah adalah skenario yang menuturkan tentang kemahatahuan Allah lebih dahulu dan penentuan atas peristiwa-peristiwa yang harus terjadi dan pemilihan orang-orang sebagai milik-Nya untuk diselamatkan atau juga atas manusia-manusia berdosa yang tidak termasuk dalam yang dipilihnya untuk diselamatkan sejak semula (bandingkan dengan kasus Yudas Iskariot dan bacalah Roma 9:12-13, 1 Petrus 2;6-8, Roma 9:17-18,) dalam dan dari dunia yang sepenuhnya berdosa; berlangsung dalam kebebasan untuk bertindak tanpa perlu Allah mengaitkan tali temali pada tangan dan kaki seperti halnya boneka di panggung boneka; manusia tidak dapat diandalkan sedikitpun untuk dilibatkan dalam rancangan Allah yang termata megah untuk dimengerti dalam kesempurnaan, sebab semuanya telah divonis mati sejak peristiwa dosa taman Eden (Baca "Aksi Sepihak Allah Terhadap Manusia-Manusia Mati") Predestinasi pada jantungnya bukan semata Allah terlebih dahulu mengetahui peristiwa yang akan datang, tetapi juga Allah yang terlebih dahulu mengenal orang-orang yang akan dipilihnya bahkan sebelum dilahirkan. Allah berkata, bahwa Dia terlebih dahulu mengenal kita daripada kita mengenal Dia : Yeremia 1:5 "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau,..."
Sehingga kita melihat sebuah bangun Predestinasi yang luar biasa bahwa Allah memang telah mengetahui sebelumnya secara pasti akan peristiwa-peristiwa di masa mendatang (dia memastikan hal itu terjadi dalam cara yang tak merampas kehendak bebas manusia sebagaimana yang telah kita saksikan dalam kasus Petrus dan Yudas), tanpa sama sekali membutuhkan kerjasama manusia untuk mewujudkannya. Sehingga dengan demikian sekalipun tidak ada satu pun kejahatan yang menimpa manusia bebas dari sebuah peristiwa yang telah ditentukan oleh Allah boleh terjadi, seperti kasus Ayub (anda dapat membaca kasus Ayub mulai dari bagian 4) atau sebagaimana Asaf (anda dapat membaca kasus Asaf mulai dari bagian 6 ) yang meratapi kemalangan-kemalangan dalam kehidupannya , tidaklah membebaskan manusia itu untuk lepas dari tanggungjawab dan konsekuensinya, atau sampai-sampai Allah menjadi perlu menjadi pelaku kejahatan menggantikan si Setan. Dengan demikian, Predestinasi tidak ada kaitannya sama sekali terkait pengetahuan Allah sebelumnya di masa depan bahwa orang yang dipilih itu terpilih sebab telah lebih dahulu diketahui kelak akan percaya, akan setia, akan baik, akan patuh pada Yesus. Faktanya, kita telah melihat semua murid Yesus saat di tangkap di taman Getsemani meninggalkan dia sendiri dan melarikan diri dalam ketakutan luar biasa bahkan Petrus telah menyangkali Yesus tiga kali sebagaimana telah ditentukan sebelumnya oleh Yesus; dan kita telah melihat bagaimana Petrus berupaya melawan keras penentuan itu namun faktanya dia melakukan persis sebagaimana telah ditentukan tanpa Petrus sama sekali menjadi robot oleh karena penentuan itu. Demikian juga "penentuan sebelumnya" atas peristiwa yang akan terjadi secara pasti, tidak memerlukan kerjasama dari pihak manusia, sebagaimana injil-injil telah memperlihatkannya. Bagaimana dengan kasus Yesus sendiri, apakah yang sentral? Apakah Yesus Kristus ataukah peristiwanya? Mari kita lihat sejenak:
Apa yang sentral dalam peristiwa yang telah ditentukan sebelumnya untuk terjadi secara pasti? Apakah peristiwa itu sendiri ataukah orang yang telah ditentukan atau ditetapkan ada dalam peristiwa yang telah ditentukan sebelumnya? Menjawab pertanyaan ini, sejujurnya tidak leluasa untuk ditempatkan sebagai semacam skala prioritas telak dimana satu hal melebihi satu lainnya sebagai sebuah kemutlakan ketika orang dan peristiwa berada dalam sebuah "senyawa" penentuan sebelumnya atau predestinasi; penentuan sebelumnya hanya dapat dilihat sebagaimana Allah menghadirkannya, walau memang tak terelakan dan jantung untuk dipahami dan dikatakan bahwa Yesus Kristus adalah sentral dari apa yang direncanakan oleh Allah sebelumnya untuk terjadi. Peristiwa-peristiwa yang telah ditentukan terjadi dalam dunia fana, dalam hal ini, dapat secara pasti dikatakan sebagai Obyek kedaulatan Allah, sementara Yesus Kristus adalah penentu sekaligus ketentuan Allah itu sendiri yang harus terjadi dimana manusia dan sejarah tidak dapat melawan dan menentangnya. Penyaliban tidak memiliki kuasa penyelamatan atau penebusan kekal sama sekali jika bukan Yesus yang disalibkan; kematian Yesus tidak memiliki kuasa kemenangan atas kematian jika tidak terjadi dalam cara penyaliban dan dalam cara-cara yang telah ditentukan oleh Allah sebelumnya. Ketika ditawarkan opsi antara Yesus Kristus atau Yesus Barabas untuk dibebaskan, maka definitif massa berteriak agar jangan Yesus Kristus yang dibebaskan tetapi Yesus Barabas; dan bila Yesus Barabas yang disalibkan, maka peristiwa salib tidak akan memiliki kuasa penebusan yang bagaimanapun! Nah, apakah penentuan sebelumnya, bahwa harus Yesus Kristus dan bukan Yesus Barabas, juga berlangsung dalam penentuan sebelumnya dalam derajat sebelum dunia dijadikan? Mari kita membaca apa yang dituliskan oleh rasul Petrus dalam hal ini: 1 Petrus 1:20 "Ia (Yesus) telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir." Bandingkan dengan Ibrani 9:25-26 "Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri. Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya. Sekarang bandingkan dengan teks yang juga terkait predestinasi atas orang-orang pilihan dalam bingkai SEJAK/SEBELUM DUNIA DIJADIKAN:
Sehingga dapat sekali untuk ditegaskan bahwa baik penentuan sebelumnya atas peristiwa-peristiwa yang telah ditentukan sebelumnya untuk terjadi di masa depan yang pasti terjadi ,dan penentuan sebelumnya atas orang-orang yang dipanggil atau dipilih oleh Allah memang sama sekali tidak memerlukan "porsi" manusia sedikitpun. Jika anda memandang bahwa manusia secara sendirinya dapat lepas dari belenggu Iblis dan kemudian dengan pertimbangan-pertimbangan nurani dan rasionya sendiri dapat merangkul Yesus sebagai Juru selamat dan Tuhan, maka memang predestinasi adalah omong kosong, dan tentu saja firman Yesus yang berbunyi tidak seorangpun dapat datang kepada dia kalau tidak ditarik oleh Bapak segera saja menjadi lelucon yang menggelikan atau sesopan-sopannya akan dikatakan sebagai sudah KUNO. Mari perhatikan bagaimana rasul Paulus menekankan hal ini: 2 Timotius 1:9-10 "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman. dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa. Bagaimana memahami semua peristiwa luar biasa kompleks ini secara total dalam bingkai SEBELUM DUNIA DIJADIKAN ATAU SEBELUM PERMULAAN ZAMAN, baik itu terkait Yesus Kristus dan karya penebusan Yesus kristus, serta orang-orang yang diselamatkan, dipanggil SEBELUM PERMULAAN ZAMAN? Bahkan juga mereka yang tidak dipanggil keluar dari kegelapan untuk datang kepada Yesus? Sebagaimana dikemukakan baik oleh Yesus Kristus dan sebagaimana kita temukan dalam surat-surat yang dituliskan baik oleh Rasul Petrus dan Rasul Paulus. Sekali lagi, saya akan sajikan kepada anda :
DAN
Apa yang sukar untuk dibantah adalah, baik Yesus dan rasul-rasulnya ketika berbicara Yesus dan karya penebusannya beserta manusia-manusia yang dipilih sehingga percaya, kesemuanya dalam konteks SEBELUM DUNIA DIJADIKAN atau sebelum segala sesuatunya ada untuk boleh berlangsungnya sejarah manusia. Inilah akar predestinasi atau penentuan sebelumnya atau Allah sebelumnya telah menetapkan; hal yang dimusuhi secara keras oleh kaum ateis beserta orang-orang Kristen yang menilainya sebagai sebuah absurditas; seolah ketika menampilkan hal ini menjadi sebuah hal yang sangat buruk. Jika Yesus bahkan menetapkan sebelumnya, bagaimana situasi manusia jelang kedatangannya kembali seperti Lukas 17:26-27, apakah kuasa saya dan anda untuk melawannya. Pada bagian ini, saya ingin mengambil kesempatan untuk menghadirkan serangkaian pertanyaan kristis dan bernilai yang diajukan secara tulus dan apa adanya oleh bung Andy Wicaksono, seorang suami dari seorang isteri yang dikasihinya. Pertanyaan ini tidak saya pandang sebagai sebuah keraguan iman pada dirinya, tetapi lebih pada keapadaannya beliau ketika berjumpa dan memikirkan perihal ini. Sebelumnya saya sudah memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan ini dalam sebuah grup terbatas dan tertutup yaitu New Swers di Face book yang dibentuk oleh saudara Santo Goofy. Saya sudah meminta izin baik kepada bung Andy Wicaksono dan Santo Goofy, sehingga saya boleh menggunakannya untuk membantu saya sendiri sehingga dapat secara lebih baik menjelaskan predestinasi atau penentuan sebelumnya dalam sebuah cara yang lebih "renyah" untuk dikunyah. Ini sendiri tetap merupakan bagian integral dari tema besar yang diangkat dalam keseluruhan artikel berseri ini dan juga pada hal yang sedang ditinjau pada serial ini. Pertanyaan 1 : Bung Martin... Kalau segala sesuatu sudah Di-Predestinasi-kan apakah manusia masih perlu berusaha ? Ini adalah pertanyaan yang hendak mempertanyakan, apakah jika segala sesuatu sudah dipredestinasikan maka dengan demikian telah menyingkirkan segala sesuatu dari manusia termasuk tanggung jawab, konsekuensi, dampak, bekerja dan berjuang untuk mencapai yang termaksimal dalam hidupnya. Hal utama yang harus terlebih dahulu dipahami menyangkut pertanyaan ini adalah, apakah predestinasi berbicara tentang pengondisian manusia yang tidak perlu berusaha, tidak perlu bertanggungjawab, tidak perlu menjaga kesehatan, tidak perlu membangun diri untuk hal-hal yang positif dalam hidup ini? Lebih penting lagi dalam hal apakah berusaha disini sehingga menjadi relevan untuk dikaitkan dengan dunia manusia. Ingat ketika Predestinasi dikatakan tidak menyingkirkan "free will" manusia, maka ini juga bermakna adanya tanggungjawab pada diri manusia dalam setiap hal yang diperbuatnya di dunia ini. Sekarang, mari coba pertimbangkan secara seksama teks-teks berikut ini:
Jika datang dan percaya kepada Yesus, secara absolut bergantung dari Bapa dan oleh Yesus dikatakan bahwa adalah kehendak Bapa agar tidak ada satu orang pun yang diserahkan Bapa kepada Yesus hilang, apakah ada hal yang dapat diusahakan sedikitpun oleh manusia untuk memastikan dirinya datang dan percaya kepada Yesus, bahkan tidak hilang? Apakah kehendak Bapa ini harus anda ragukan sementara Yesus meyakininya. Sudah menjadi penentuan atau ketetapan Bapa bahwa harus demikian sejak semula. Berlandaskan pada ketentuan Bapa yang dideklarasikan oleh Yesus maka terkait hal ini, YA...tidak ada yang dapat dilakukan oleh manusia selain menerima atau memercayainya. Lagian, jika dikatakan bahwa kita DISELAMATKAN, adakah dasar bagi kita untuk MENYELAMATKAN diri. Jika dikatakan bahwa Yesus Kristus adalah PENYELAMAT, adakah manusia diperlukan untuk membantu PENYELAMATAN oleh Allah. Demikian juga jika anda dibenarkan Allah, dimuliakan Allah; apalagi yang dapat anda lakukan untuk menjadi dibenarkan apalagi untuk memuliakan diri dihadapan Allah? Tentu saja jika saya berkata demikian, maka sebuah pertanyaan yang mengindikasikan perlawanan terselubung akan menyeruak : Apakah dengan demikian maka manusia-manusia yang diselamatkan itu dengan demikian bisa "berpesta pora" dalam perbuatan dosa seolah-olah Allah adalah "babu" keselamatan bagi mereka? Jelas tidak dan tidak ada sedikitpun indikasi dalam Alkitab, kecuali diajarkan oleh pengajar-pengajar Alkitab yang hanya memuaskan hasrat kedagingannya (coba baca "ApaLagi Ini, Sekali Selamat Tetap Selamat(?)." Bukankah Predestinasi tidak melenyapkan tanggungjawab manusia dalam kehidupan di dunia ini, termasuk tanggungjawabnya sebagai manusia yang telah dibenarkan dan dimuliakan. Hidup sebagai orang-orang dewasa rohani yang terus –menerus membangun dirinya agar hidupnya sungguh-sungguh sebuah surat yang dapat dibaca oleh manusia lain sebagai sebuah kesaksian yang memuliakan Tuhan ( 1 korintus 9:27, 2 Korintus 3:2-3, Roma 8:13,2 Korintus 13:5, 1 Korintus 6:12,13, Kolose 3:5 ), dan tidak menjadi sebuah kesaksian yang begitu busuknya di mata dunia! Manusia pilihan sekalipun dapat dalam satu titik jatuh dalam ketidaksetiaan, tetapi dalam hal ini pun Bapa tidak akan berhenti untuk bertindak agar apa yang telah dipilihnya benar-benar tidak hilang. Mengapa bisa tidak setia walau pilihan? Sebab manusia pilihan itu tetaplah manusia yang lemah, dan Allah tidak akan membiarkannya dalam situasi demikian. Dan pada epistel Roma telah kita baca tadi dan dikatakan bahwa Roh Kudus menolongnya.
Kemudian, apakah dengan demikian manusia yang hidup dalam dunia yang serba dipredestinasi, lantas tidak perlu bekerja keras; tidak perlu memiliki cita-cita tinggi sebab sudah dipredestinasi? Perdestinasi atau penentuan sebelumnya, sama sekali tidak menghancurkan "free wiil" atau keinginan atau cita-cita atau kebebasan manusia untuk berbuat. Dalam banyak teks , minimal yang telah tersaji di bagian ini, sama sekali tidak melenyapkan "kealamian" pada maniusia. Bukankah kita masih menemukan kelemahan manusia pada orang-orang yang dipredestinasi? Bukankah kita masih menemukan kenyataan bahwa Allah tidak melenyapkan kealamian manusia-kelemahan namun memberikan pertolongan oleh Roh Kudus? Terlebih lagi, tidakkah anda masih tetap kelaparan dan tidak ada makan gratis di dunia ini selain anda berada di kam-kam pengungsian bencana atau perang? Perhatikan rasul Paulus, dalam nasihat-nasihatnya berikut ini :
Kita tentu mengenal baik bahwa Paulus yang menulis banyak hal tentang Predestinasi atau penentuan sebelumnya, ternyata adalah orang yang sama memberikan nasehat untuk bekerja jika ingin makan. Predestinasi tidak membuat manusia menjadi sedemikian pemalasnya apalagi memiliki pikiran-pikiran bodoh—berpikir bahwa karena sudah dipredestinasi maka tidak perlu bekerja atau bertanggungjawab atas penghidupannya. Dalam hal ini tidak ada kontradiksi. Seorang anak yang terlahir dalam keluarga tukang becak pun tidak akan pasrah begitu saja, dia tetap harus bekerja keras sekalipun kerja kerasnya itu lebih sering menghasilkan hutang yang lebih banyak ketimbang sebuah perbaikan ekonomi. Pun mereka tetap berjuang keras. Bahkan jika ada didalam jemaat anda anggota yang seperti ini, tidakkah gereja atau warga gereja jika diberikan anugerah untuk memberikan kehidupan lebih baik sepatutnyalah menolong, bukan diam saja? Atau, tidakkah jika anda seorang orang tua yang dalam pekerjaan beberapa jam saja dapat menghasilkan uang puluhan juta (misal pialang saham) akan tetap menyekolahkan anak anda sebaik-baiknya dan mengingatkan pentingnya bekerja dan tidak bermalas-malas sebab ayahnya kaya? Sederhananya Paulus berkata demikian juga; rasul yang menuliskan Predestinasi ternyata bicara keras pentingnya orang untuk bekerja jika ia ingin makan! Berikut ini, bukan pertanyaan dari bung Andy, tetapi saya tambahkan sebagai pertanyaan yang dapat muncul sebagai sebuah ejekan atau sindirin atau sebuah cara perendahan yang tidak sepatutnya dilemparkan tanpa mengerti Apakah seseorang yang diperkosa adalah hal yang dipredestinasi?Jika anda memahaminya sebagai Allah menyukai atau menikmati peristiwa kejahatan termasuk perkosaan sehingga Allah telah menentukan kejadian ini sebagai hal menyenangkan atau membahagiakan untuk dikehendaki maka ini adalah sebuah pemahaman yang sesat. JIKA anda memahami bahwa Predestinasi adalah sebuah indikator kuat bahwa dalam peristiwa keji atau kelabu sekalipun Allah ada didalamnya bahwa semua peristiwa itu boleh terjadi dalam kendali atau kontrol Allah yang ketat sebagai yang ditentukan untuk dapat terjadi maka ini benar; bahwa Iblis dapat beroperasi hanya semata karena Allah memberikan ruang baginya untuk melakukan apapun di dunia ini. Kalau anda mau memeriksa Injil anda bagaimana roh-roh jahat pun tunduk kepadanya maka ini dalam derajat tertentu akan menolong anda untuk memahaminya, selain pada peristiwa Ayub, Asaf, Petrus, Yudas, dan terutama pada Yesus Kristus sendiri. Jika kita berpikir bahwa peristiwa jahat itu sama sekali tidak bertautan dengan TUHAN, maka pertanyaannya adalah : "apakah Allah tidak berkuasa dalam dunia kejahatan manusia?" Untuk memudahkan pemahaman ini, saya akan sajikan sejumlah teks dalam Alkitab:
Kita akan menemukan kembali situasi semacam ini dalam Ayub 2;1-7. Apa yang dapat kita temukan disini? Bahwa dalam peristiwa kejahatan, ketika itu terjadi, karena Allah memang memberikan ruangan- bukan sekedar izin- sesuai dengan kehendaknya sendiri dan ketentuan-ketentuanya sehingga Iblis dapat melakukan kejahatan yang DIINGINKAN olehnya; bukan yang diinginkan oleh Allah, sekalipun peristiwa Iblis dapat melakukan apa yang diinginkannya adalah peristiwa yang terjadi sebagai kehendak Allah sendiri. Kalau anda membaca kitab Ayub, anda akan temukan bahwa tujuan Allah dalam hal ini untuk membungkam tudingan Iblis dan pada akhirnya Allah memulihkan hidup Ayub. Tujuan BAPA adalah kunci untuk memahami Predestinasi untuk tidak terjebak dalam ide fatalisme. Pada bagian-bagian sebelumnya, saya kerap berkata bahwa Allah tidak perlu menjejali manusia dengan berbagai keinginan dosa atau akal jahat sebab pada dasarnya manusia adalah budak dosa. Pada saat yang sama juga, saya sejak awal artikel berseri ini telah menyatakan bahwa tidak ada satu peristiwapun dapat terjadi sebagai hal yang terjadi diluar kendali atau kehendak-Nya. Pada bagian lain, saya menggunakan istilah bahwa manusia beserta sejarahnya adalah OBYEK kedaulatan Allah; dalam genggaman tangan-Nya. Cobalah anda timbang kembali Mazmur 73, apakah orang-orang jahat itu berlaku semau-maunya tanpa kendali Allah mencengkram hidupnya; apakah Allah tidak memiliki maksud atau tujuan terhadap orang-orang jahat beserta kejahatannya? Coba baca kembali bagian6 mengenai perihal tersebut Apakah kisah ini adalah kisah kuno yang tidak lagi sesuai dengan era kini? Coba timbang perkataan Rasul Petrus ini
Petrus menyatakan bahwa Yesus telah dipilih sebelum dunia dijadikan! Jika Yesus saja sudah direncanakan dalam sebuah ketetapan oleh Bapa sebelum dunia dijadikan, maka jelas dosa dan kejatuhan manusia didalam dosa adalah hal yang bukan sekedar diantisipasi tetapi telah ditetapkan untuk terjadi. Allah telah merencanakan Yesus untuk menjadi Juru Selamat manusia dalam derajat SEBELUM DUNIA DIJADIKAN; dosa-dosa manusia telah ditetapkan oleh Allah terjadi dan hanya dapat diatasi oleh Yesus dan karya Yesus Kristus di kayu salib. Jika hal ini telah ditetapkan SEBELUM DUNIA DIJADIKAN, bagaimana mungkin manusia dilibatkan dalam keselamatan? Bagaimana mungkin manusia dapat berpikir bahwa dia dapat melibatkan dirinya untuk mencapai keselamatan? Peristiwa-peristiwa dosa, kelam dan tragedi, termasuk perkosaan yang dapat terjadi diseluruh dunia setiap waktunya hanya dapat terjadi sejauh Allah tidak mencegahnya-sejauh Allah memberikan ruang untuk terjadinya peristiwa tersebut (sebagaimana didemonstrasikan dalam peristiwa Ayub, peristiwa Yudas, peristiwa Petrus, peristiwa penangkapan Yesus di taman Getsemani hingga penyaliban, kematian dan kebangkitannya). Adalah sebuah kealamian bahwa dosa akan berbunga lebat dalam dunia yang dibelenggu dosa. Dalam dunia yang penuh dosa ini, Allah ada dan tetap berkuasa atau memegang kendali atas baik peristiwa kelam/keji/sadis/bencana/dosa dan peristiwa-peristiwa membahagiakan. Yesus Kristus datang ke dunia dan berjalan didalam dunia yang takluk dalam kuasa dosa; Yesus ketika ditolak, diusir, dituding sebagai penghasut hingga disalibkan tidaklah mengindikasikan, bahkan kita mendengar dari-Nya bahwa hal itu MEMANG HARUS TERJADI sebagaimana telah dinyatakan oleh nabi-nabi Perjanjian Lama. Rasul Petrus menyatakan bahwa Yesus telah dipilih sebelum dunia dijadikan. Memang benar bahwa ketika Allah meciptakan semua ciptaan-Nya adalah untuk sebuah tujuan yang baik, mulia. Lalu bagaimana mungkin Yesus dikatakan sebagai telah dipilih sebelum dunia dijadikan? Jika anda tetap memperhatikan bahwa manusia tidak kehilangan kehendak bebasnya dalam PREDESTINASI maka kita pun harus memahami bahwa kala Allah berkata bahwa manusia diciptakan untuk tujuan yang baik, juga tidak memberangus kehendak bebas manusia itu; apapun juga itu termasuk untuk memilih berseberangan dengan Allah sebagaimana Adam dan Hawa memilih untuk lebih memercayai kesaksian si Ular. Sebuah siasat licik memperdaya manusia dalam sebuah modus operandi dimana Iblis kerap menggunakan elemen-elemen lain. Ya...seperti Iblis menggunakan para penjahat untuk melumat keluarga Ayub; seperti iblis menggunakan para manusia untuk membawa Yesus pada kemusnahan yang disangka sebagai kemenangan atas Tuhan. Predestinasiatau penentuan sebelumnya didalam dunia yang dikuasai dosa ini tidaklah lantas membuat orang-orang percaya menjadi tumpul hati dan pikiran atas realita sekelilingnya. Sebab Predestinasi atau penentuan yang dilakukan sebelum dunia ada tidak memiliki intensi fatalisme atau ketapedulian. Mari kita lihat :
Jika rasul Paulus menulis tentang Predestinasi dan juga menulis "kasihilah sesamamu manusia," maka jelas kita pun harus memahami bahwa ketika kita membicarakan doktrin ini, tidaklah berarti kita sedang berpikir secara sempit, kuno dan picik! Tidakkah tanpa Predestinasi tidak akan ada peristiwa ini :
Tanpa tindakan Allah yang berdimensi predestinasi atau penentuan sebelumnya baik pada peristiwa yang ditentukan terjadi di masa mendatang dan pada orang, maka tidak mungkin manusia sanggup untuk mengasihi sesama manusia yang dikatakan sebagai berdimensi senilai dengan semua kitab taurat dan nabi-nabi.
Tindakan mengasihi sesama manusia hanya akan bernilai bagi Allah hanya apabila tindakan kasih anda pada sesama itu bersentral pada Yesus kristus yang terkandung didalam Perjanjian Lama. Mengapa kasih dikaitkan dengan seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi? Sebab Yesus Kristus sendiri mengatakan bahwa kitab suci Perjanjian Lama pada dasarnya bertutur mengenai dirinya sendiri! Tidak percaya? Bacalah kembali Lukas 24:25-27! Predestinasi atau TINDAKAN ALLAH DALAM KEKEKALAN terhadap seluruh obyek atau ciptaan bahkan sebelum mereka ada, adalah akar dari tindakan kasih anda terhadap sesama. Sebab dasar tindakan kasih anda haruslah bersumber pada diri Yesus Kristus yang adalah kasih Allah bagi manusia, yang sejak era Perjanjian Lama telah dikumandangkan; kasih Allah telah dikumandangkan sejak kitab Kejadian dan akan terus ditemui hingga kitab Wahyu. Sebetulnya, ketika seseorang bertanya, apakah diperkosa adalah sebuah predestinasi? Saya dapat memahami bahwa melodi yang dilantunkan dalam tanya semacam itu tidak lain sebuah cibiran tanpa sedikitpun kepedulian untuk menggalinya dalam Alkitab. Jika kita memiliki kasih dari Allah maka semestinya kita harus memahami bahwa sebuah kejahatan yang bagaimanapun bentuknya bukanlah sebuah hal yang akan dinikmati oleh Tuhan sebagai sebuah kesenangan yang memuaskan "batin"-Nya.
Kita telah melihat pada peristiwa Ayub, peristiwa Asaf, peristiwa, Petrus, peristiwa Yudas, dan puncaknya adalah peristiwa Yesus.
Jika anda berkata bahwa Allah tidak dapat mencegah manusia untuk berbuat jahat, maka apa yang menjadi dasar bagi anda untuk berdoa ; "ya Bapa lindungilah kami pada hari ini dari segala tipu muslihat dan rancangan si Jahat?" Kalau anda tidak percaya bahwa Allah berdaulat untuk menentukan setiap peristiwa untuk terjadi atau tidak terjadinya baik peristiwa jahat dan peristiwa baik, maka berdoa adalah sebuah delusi paling menyedihkan diidap oleh orang-orang Kristen. Bukankah sebagian besar doa-doa anda berkaitan dengan kebutuhan keamanan, kesejahteraan dan kesehatan? Jika Allah tidak ada didalam dan diatas semuanya itu, maka sia-sialah anda berdoa dan sebuah dongeng belaka iman anda selama ini.
Sehingga tidak perlu mengherankan jika Yesus kala di bumi juga kerap berbicara dalam dimensi PREDESTINASI, salah satunya adalah ini:
Bagaimana mungkin Yesus berbicara pada manusia-manusia eranya namun dalam bingkai teramat purba bahkan pada awal dunia dijadikan atau pada saat manusia pun belum mulai diciptakan? Hati-hati, predestinasi pertama-tama berbicara mengenai kedaulatan Allah untuk merencanakan dan mewujudkan apapun juga dalam dimensi sejak kekekalan; sejak dunia belum diciptakan. Hati-hati, predestinasi atas peristiwa jahat dan kelam apapun terkait dengan pengetahuan sebelumnya yang dimiliki oleh Allah dan penentuan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak akan pernah luput dalam cakupan kendalinya. Apakah anda berpikir bahwa Iblis tidak tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah ketika dia merancangkan kejahatan-kejahataan di dunia ini? Bagaimana anda memandang konspirasi jahat dan kematian atas Yesus, apakah menurut anda Allah tidak berkuasa atas manusia-manusia dalam penangkapan di Taman Getsemani, dalam pengadilan Pilatus, dalam pengadilan Herodes, ataukah hal itu merupakan hal yang telah dipredestinasikan untuk harus terjadi? Renungkanlah hal ini, semoga Roh Kudus memberikaan hikmat dan damai sejahterah. Bersambung ke Bagian 19 *** |
You are subscribed to email updates from Anchor of Life Fellowship To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 comments:
Post a Comment