Cinta Itu Milikmu Juga |
Posted: 10 Jun 2014 12:57 AM PDT Langkahku gemetar. Kedua kakiku tak sanggup berjalan. Mungkin saja lelah setelah dua hari meninggalkan rumah. Aku diusir. Jangan pernah bertanya mengapa aku diusir. Bisakah dengan 2 dollar mendapatkan rumahku kembali? Ayahku pergi dengan meninggalkan banyak hutang. Setelah meja-kursi dan lainnya lenyap, kini orang-orang itu mengambil rumahku. Rumah pemberian ibuku. Aku ingin mati agar semua tak lagi kurasakan. Kemana aku harus pergi? Sementara hari sudah malam. Saat melewati sebuah bangunan tua, aku mendengar tawa anak-anak. Kuperkirakan mereka masih berusia 10 tahun. Aku tak ingin masuk karena memang pintunya tertutup rapat. Aku hanya berteduh sebentar sampai hujan lelah membasahi bumi. Aku mengeluarkan sebilah pisau lipat dari sakuku. Mungkin akan lebih baik jika aku mati daripada hidup tanpa arah dan tujuan yang pasti. “Kakak sedang apa di bawah situ?” Suara gadis kecil itu mengejutkanku. Dia menatapku sesaat lalu mengembangkan senyumnya. Senyum yang penuh kehangatan. “Hanya berteduh sebentar lalu pergi.” “Kakak mau pulang?” “Sepertinya tidak. Kakak tidak punya rumah.” “Wah, kebetulan sekali. Kami juga tidak mempunyai rumah.” “Kami?” “Ya, aku dan kedua adikku.” Cecilia mengajakku masuk ke dalam bangunan tua itu melalui jendela. Aku terkejut ketika melihat seorang anak laki-laki memeluk seorang bayi. Hanya ada perapian kecil dan juga beberapa potong kain sebagai selimut. Tidak ada yang lain lagi. “Mereka adikmu?” “Tentu saja. Jose dan Beatrix.” “Sudah lama tinggal di sini?” “Sejak Beatrix lahir.” “Ayah dan ibumu?” “Mereka sudah di surga dan kami senang.” Cecilia bercerita bahwa kedua orang tuanya terbunuh ketika berusaha melawan gerombolan perampok di rumahnya. Mereka hanya bisa berlari dan menangis. Dia hanya mengingat teriakan ibunya, “Bawa pergi kedua adikmu sejauh mungkin!” “Bagaimana kalian bisa hidup?” “Kami bekerja di toko kue sebagi tukang cuci.” “Lalu Beatrix?” “Aku dan Jose bekerja secara bergantian agar bisa tetap menjaga Beatrix.” “Kamu tidak sedih?” “Aku sering mendengar nasihat orang-orang yang ditujukan padaku bahwa kesedihan itu pasti akan berlalu dan memang sudah berlalu dan tak berlaku. Aku tak akan bisa melakukan banyak hal jika aku tetap menangisi kedua orang tuaku.” “Apa yang akan kamu lakukan untukmu dan kedua adikmu kelak?” “Aku akan selalu menjaga dan mengajarkan kepada mereka bagaimana cara untuk bisa bersyukur dalam segala keadaan. Sama seperti ketika aku mendengar seorang pendeta berkotbah setiap minggunya.” “Kamu percaya bahwa Tuhan itu ada?” “Tentu saja.” “Apa Tuhan itu baik?” “Ya.” “Lalu mengapa Dia membuat hidupmu seperti ini? Kamu ditinggal oleh orang tuamu dan harus hidup dalam kekurangan dan kesusahan. Apa Tuhan mengasihimu?” Cecilia terdiam. Dia melihat kedua adiknya yang telah tertidur sejak awal pembicaraan kami. Tidak lama kemudian Cecilia menatap kedua mataku. “Aku memang tidak menginginkan keadaan yang seperti ini. Tuhan juga tidak memberikan kepadaku kehidupan yang seperti dulu dimana aku masih bisa menikmati kekayaan ayahku. Tapi aku begitu yakin bahwa Tuhan mengasihiku. Tuhan membuatku kuat. Ketika aku bersyukur, maka segala kesusahan itu akan lenyap. Aku tak pernah kuatir akan esok hari karena aku percaya bahwa Tuhan selalu menjagaku.” “Hanya itu?” “Siapa yang mengajarimu berkata seperti itu?” “Kehidupan.” “Apakah Tuhanmu juga mencintaiku?” “Tentu saja.” “Aku tidak yakin. Bahkan aku berniat bunuh diri.” “Oh, aku tahu sekarang.” “Apa?” “Tuhan mencintaimu, Kak.” “Maksudmu?” “Jika aku tak menemukanmu di depan pintu tadi, mungkin saja kakak sudah mati saat ini.” “Ya, kamu benar. Jika kamu dan kedua adikmu bisa bertahan hidup…” “Pastilah kakak bisa lebih baik dari kami.” Tak banyak kata yang bisa kuucapkan lagi. Aku hanya bisa memeluk Cecilia dengan berurai air mata. Aku menyesali kebodohan dan keputus-asaanku. Tiba-tiba semua beban hidupku lenyap. Pengampunan untuk ayahku pun bisa kulepaskan. Malam ini, aku tidaklah bertemu dengan seorang gadis kecil biasa. Aku seperti bertemu seorang malaikat dimana dia bisa menjawab semua kekuatiranku. Aku percaya bahwa Tuhan itu ada dan aku melihatnya malam ini. “Kakak…” “Ya?” “Cinta itu… Cinta milik Tuhan Yesus adalah milikmu juga.” “Pasti.” ***
Cinta Itu Milikmu Juga is a post from: Renungan Harian Kristen |
Posted: 09 Jun 2014 07:25 PM PDT Pada jaman dahulu, untuk mendapatkan kabar dan pesan dari orang lain pun tidak mudah. Terkadang kita membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu pesan itu tiba. Namun dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini, kita bisa menerima pesan singkat secara cepat. Lalu bagaimana dengan pesan-pesan yang Tuhan kirimkan bagi kehidupan kita? Apakah kita telah menerimanya dengan baik? Lalu apa isi pesan yang Tuhan sampaikan itu? Ingatlah bahwa iblis sama sekali tidak senang dan akan melakukan berbagai macam cara agar pesan yang Tuhan sampaikan itu tidak akan kita dapatkan. Bagaimana iblis melakukannya? Iblis akan mencuri perhatian kita agar kita tidak bisa berkonsentrasi saat mendengarkan firman-Tuhan. Iblis juga akan membuat kita mengantuk ketika bersaat teduh dan berdoa kepada Tuhan. Iblis akan selalu menggagalkan semua yang kita lakukan saat akan bersekutu dengan Tuhan. Jangan biarkan iblis menang dan membuat hidup kita menjadi hampa. Jangan biarkan iblis menyesatkan kehidupan kita karena tanpa pesan-pesan dari Tuhan, hidup kita akan tersesat dan jatuh dalam kegelapan. Tetaplah datang kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan juga biarkan kuasa Tuhan saja yang bekerja dalam hidup kita. Karena jika kuasa Tuhan sudah dinyatakan, maka iblis tidak akan pernah bisa mengagalkannya. perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara Efesus 6:12 Mendapatkan Pesan dari Tuhan is a post from: Renungan Harian Kristen |
You are subscribed to email updates from Renungan Harian Kristen To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 comments:
Post a Comment