Tuhan Yesus Menuntut Ketegasan |
Tuhan Yesus Menuntut Ketegasan Posted: 21 Jun 2014 05:10 PM PDT Posted on Minggu, 22 Juni, 2014 by Saat Teduh - Diambil dari Renungan Gereja Kristus Yesus - Bacaan Alkitab hari ini: Markus 8 Seorang yang hendak menjadi pengikut Tuhan Yesus tidak bisa hanya menjadi penonton, melainkan harus memberi respons melalui sikap yang tegas. Sesudah Tuhan Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, "Kata orang, siapakah Aku ini?" (8:27), Tuhan Yesus melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" (8:29). Tuhan Yesus tidak puas bila murid-murid-Nya hanya ikut-ikutan! Bahkan, Tuhan Yesus menginginkan agar murid-murid-Nya mengikuti Dia dengan kesadaran penuh akan konsekuensi yang harus mereka tanggung (8:34). Setiap orang yang ingin menjadi pengikut Tuhan Yesus harus bersedia menyangkal diri (mengubah cara berpikir dan cara menjalani hidup). Rencana penebusan, yaitu bahwa Kristus harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari, merupakan rencana yang tidak masuk akal dan merugikan bagi Petrus (8:31-32). Akan tetapi, berpikir berdasarkan sudut pandang Allah merupakan salah satu tuntutan Kristus (8:33). Bila kita bersedia menanggalkan cara berpikir kita dan mulai berpikir dari sudut pandang Allah, barulah kita bisa melakukan hal-hal besar bagi Allah. Saat Tuhan Yesus menuntut murid-murid-Nya untuk memberi makan orang banyak, para murid harus rela menyerahkan tujuh roti dan beberapa ekor ikan yang mereka miliki kepada Tuhan Yesus. Di tangan Tuhan Yesus, tujuh roti dan beberapa ekor ikan itu dapat dipakai untuk memberi makan empat ribu orang sampai kenyang. Bila kita bersedia menyangkal diri dan memikul salib (8:34), kita akan bisa melakukan hal-hal yang melampaui kemampuan alamiah kita.[P] Markus 8:34 Filed under: Renungan Harian |
Allah yang berdaulat atas sejarah Posted: 21 Jun 2014 05:09 PM PDT Posted on Minggu, 22 Juni, 2014 by Saat Teduh Baca: Mazmur 135 Seseorang pernah berkata bahwa manusia belajar dari sejarah bahwa ia tidak pernah belajar dari sejarah. Oleh karena itu sejarah berulang. Perang Dunia pertama dan kedua menjadi saksi sejarah bahwa walaupun peperangan itu menghancurkan banyak keluarga, kebudayaan, dan masyarakat, tetap saja orang berperang demi sesuatu yang tidak mungkin didapatkan melalui peperangan.Itulah kenyataan sejarah manusia yang diwarnai dosa. Namun demikian, anak-anak Tuhan bisa belajar sejarah dan menjadi berhikmat. Tentu selama sejarah itu dilihat dari perspektif Allah yang berdaulat. Mazmur 135 mengajak anak-anak Tuhan memuji Tuhan karena karya-Nya atas umat-Nya. Sejarah Israel membuktikan kasih setia Tuhan atas umat-Nya. Sejarah membuktikan bahwa Allah Israel melampaui para ilah bangsa-bangsa lain. Itu terbukti ketika mereka keluar dari perbudakan Mesir setelah Allah menimpakan tulah-tulah yang menunjukkan ketidakberdayaan para dewa Mesir. Ketika Israel berjalan di padang gurun menuju tanah perjanjian, tiada bangsa satu pun yang sanggup menghalangi mereka. Termasuk penduduk Kanaan, yang tanahnya diberikan Allah kepada Israel. Allah Israel bukan hanya jauh lebih besar dan perkasa daripada segala ilah bangsa-bangsa. Ilah-ilah mereka hanyalah berhala mati buatan tangan manusia. Allah Israel adalah Allah yang hidup, yang menerima penyembahan karena Dia layak disembah. Mazmur ini ditutup dengan kembali mengajak semua umat Allah untuk memuji dan membesarkan Dia yang hadir dan bertakhta di tengah-tengah mereka. Di dalam Kristus Allah telah menyatakan kuasa di bumi milik-Nya ini (Mat. 28:18). Oleh karena itu proklamasikan Kristus kepada dunia bahwa Dialah satu-satu-Nya yang layak disembah. Agar semua suku, bangsa, dan bahasa mengakui dan menyembah Sang Pemilik dan Penebus dunia ini. - Santapan Harian Scripture Union Indonesia. www.su-indonesia.org - Filed under: Renungan Harian |
Posted: 20 Jun 2014 05:59 PM PDT Posted on Sabtu, 21 Juni, 2014 by Saat Teduh - Diambil dari Renungan Gereja Kristus Yesus - Bacaan Alkitab hari ini: Markus 7 Apa yang penting bagi Tuhan Yesus berbeda dengan apa yang penting bagi orang Farisi. Orang Farisi mementingkan adat istiadat yang bisa dilihat oleh orang banyak, sedangkan Tuhan Yesus mementingkan perbuatan yang dilandasi oleh ketulusan hati. Orang Farisi mementingkan masalah mencuci tangan sebelum makan, sedangkan Tuhan Yesus mengabaikan hal-hal seperti itu (7:2-5). Dengan perkataan lain, Orang Farisi mementingkan kemasan dari hukum Taurat, sedangkan Tuhan Yesus mementingkan inti dari hukum Taurat. Bagi Tuhan Yesus, inti dari seluruh tuntutan Allah dalam hukum Taurat adalah mengasihi. Bagi orang Farisi, ketaatan kepada rincian aturan—yang oleh Tuhan Yesus disebut sebagai adat istiadat manusia—dianggap lebih penting daripada kewajiban mengasihi (atau menghormati) orang tua (7:9-13). Tuhan Yesus berpandangan bahwa menjaga kondisi hati amat penting karena hati adalah sumber pikiran dan pikiran adalah sumber perbuatan. Bila hati kita baik dan suci, kita akan melakukan hal-hal yang baik dan suci. Bila hati kita busuk, kita akan sulit menghindari perbuatan yang jahat (7:20-23; Amsal 4:23). Bila kita mengikuti berbagai aturan, tetapi hati kita sebenarnya jahat, ketaatan kita hanya merupakan kemunafikan. Bila hati kita baik dan suci, ketaatan kita akan dilandasi oleh ketulusan. Terhadap para ahli Taurat yang mementingkan adat istiadat, Tuhan Yesus memberikan terguran keras, "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." (Markus 7:6b-8). [P] 1 Samuel 16:7b Filed under: Renungan Harian |
You are subscribed to email updates from Saat Teduh To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 comments:
Post a Comment