Allah Yang Berdaulat, Bagian Kita (Kehendak Bebas) & Bagian Allah dalam Konversi |
Allah Yang Berdaulat, Bagian Kita (Kehendak Bebas) & Bagian Allah dalam Konversi Posted: 28 Dec 2013 06:23 AM PST Oleh : Martin SimamoraAllah Yang Berdaulat, Bagian Kita (Kehendak Bebas) & Bagian Allah dalam Konversi Bacalah lebih dulu bagian2 Konversi (Conversion) secara literal berarti "berbalik." Ketika kita berbalik menuju satu hal, maka kita harus menjauh atau meninggalkan sesuatu yang lain. Ketika kita berbalik pada Yesus, kita harus menjauh dari dosa. Alkitab menyebut menjauh, meninggalkan dosa adalah "bertobat" dan berbalik atau mengarahkan diri kepada Yesus adalah "iman." Karena itulah, pertobatan dan iman adalah dua hal yang komplementer. Baik dan pertobatan dan iman diindikasikan dalam 1 Tesalonika 1:9 :
Seorang Kristen akan meninggalkan cara-cara lamanya dan setiap hal yang berhubungan dengan agama palsu sebagai akibat dari sebuah konversi yang sejati (genuine) menjadi Kristen. Sederhananya, menjadi Kristen, anda harus percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang telah mati bagi dosamu dan telah bangkit kembali. Anda harus setuju bahwa anda adalah seorang pendosa yang membutuhkan keselamatan, dan anda harus percaya dalam Yesus saja untuk menyelamatkanmu. Ketika anda berbalik dari dosa kepada Kristus, janji-janji Allah untuk menyelamatkan anda dan memberikan anda Roh Kudus, yang akan membuat anda sebagai seorang ciptaan baru (Bandingkan dengan Roma 10:9-10, I Korintus 15:1-4, 2 Korintus 5:16-18, Lukas 24:45-47 , 1 Yohanes 2:19-27). Menegaskan kembali, bahwa proses konversi didasarkan pada iman ("Percaya). Dia harus percaya kepada Kristus dan bukan yang lain. Orang tersebut telah percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah ("Tuhan") dan sang Mesias telah menggenapi Kitab suci ("Kristus"). Imannya meliputi sebuah keyakinan bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit kembali. Ya…ini adalah kabar baik seperti yang diberitakan oleh para rasul (misal : Kisah Para Rasul 16:30, Matius 28:18-20, Markus 16:15, 1 Korintus 1:18, Galatia 3:26-28)
Jika kita mau menggunakan kehendak bebas kita dan kemerdekaan berpikir kita, ijinkanlah saya mengajak para pembaca untuk menggunakan kemerdekaan kita dalam berpikir dan kita akan melihat seberapa mampu rasio manusia menerima sejumlah hal dalam Alkitab sebagai hal yang dipikir dapat disentuh oleh kemerdekaan berpikir, apalagi kehendak bebas (kita percaya bahwa kita menggunakan otak kita untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar untuk membuat keputusan dan jika memungkinkan, jika mampu akan dilaksanakan). Sebuah Kehendak Bebas Yang Dibelenggu Oleh Dosa Pemberitaan Injil kepada semua orang adalah sebuah instrumen utama yang diamanatkan oleh Yesus Kristus kepada para murid-Nya untuk menjangkau semua manusia, agar mereka dapat memiliki kesempatan untuk mendengarkan berita Injil. Uniknya, walau ini adalah kabar baik dari surga yang menyangkut keselamatan atau bahasa gamblangnya "ini soal hidup-mati," pun tak serta merta oleh mendengarkan pemberitaan Injil, semua orang yang mendengar akan menjadi sungguh-sungguh mau meninggalkan dosa, berbalik atau mengarahkan diri kepada Yesus- beriman kepada Yesus dan seluruh karya keselamatan yang telah dikerjakannya. Tidakkah hal ini menjadi aneh bagi siapapun juga yang memiliki rasio dan kehendak bebas namun tidak memiliki respon yang sama terhadap sebuah kabar baik yang menyangkut penentuan "mati dan hidup" dalam kekekalan? Bukankah kalau sebuah rumah terbakar maka penghuninya akan segera berlarian keluar rumah dan berteriak minta tolong kepada para tetangganya? Oleh karena kehendak bebas dan kemampuan manusia untuk berpikirlah maka manusia sanggup mengindetifikasi bahaya adalah bahaya, api pada lilin tidak berbahaya, api yang membakar rumah adalah berbahaya.
Jika anda mengendarai mobil di jalan yang rusak parah maka anda pasti akan berjalan perlahan dan menghindari bagian jalan yang paling parah kerusakannya ,misal bagian yang berlubang dalam. Kalau anda melakukan perjalanan ke luar kota, melalui rute jalanan yang berkelok-kelok tajam dan berbukit maka anda akan sangat waspada di tikungan yang tajam, anda juga akan memperhatikan cermin besar bulat di sudut-sudut tikungan tajam yang membantu anda untuk mengetahui kendaraan yang datang dari arah berlawanan dan yang tidak bisa dan tidak mungkin untuk anda lihat tanpa anda memperhatikan cermin itu. Mengabaikan semua ini, maka resiko anda untuk mengalami kecelakaan tinggi. Bahkan sekalipun anda sangat berhati-hati, itu juga tidak menjamin anda untuk selamat, SEBAB pengendara lainpun harus melakukan hal yang sama, yaitu berhati-hati. Tanpa pengendara lain melakukan hal yang sama maka apapun yang anda lakukan tetap memiliki resiko yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan kata lain, saya percaya anda pun akan memiliki persepsi yang sama bahwa di jalanan, kita tidak bisa selalu berharap para pengguna jalan lainnya memiliki standar safety atau keamanan yang sama. Disini kita bisa melihat hal yang amat prinsipil, setidaknya 2 hal :
Kita tahu bahwa kehendak saya untuk selamat di jalan raya juga "bergantung" pada kehendak pengguna jalan lain untuk selamat, yang tercermin dari perilku berkendaraan di jalan raya (misal : kebut-kebutan, melanggar lampu merah, mengemudi dalam keadaan mengantuk, mengemudi dalam pengaruh alkohol, dan sebagainya). Hal yang paling jelas dapat dilihat dalam kasus ini : manusia ketika melihat dan memahami sebuah potensi bahaya dan bahaya itu sendiri,pastilah akan bereaksi untuk mencegahnya,menjauhinya, atau mematikan sumber bahayanya.
Kalau pada kasus Injil, anda menjawab bahwa reaksi seseorang terhadap kabar baik bergantung pada kehendak bebas manusia untuk memilih, memilih untuk percaya atau memilih untuk menolak, maka saya bertanya dengan amat serius dengan dahi berkerut : "apakah ada manusia yang waras akan membuat pilihan tinggal diam dalam rumah yang sedang terbakar hebat?" Apakah anda masih akan beragumen dengan kehendak bebas manusia untuk meninggalkan rumah yang sedang terbakar, lari pontang-panting, tergesa-gesa menyelamatkan anak dan isteri (jika anda suami) agar tidak mati oleh api yang sedang melahap rumahnya, namun pada kasus berita keselamatan tidak dapat dipastikan terjadi hal yang sama? Setiap orang tidak ada yang mau berdiam atau pasif dalam dunia nyata ini. Namun faktanya, di dunia ini, tidak semua manusia dengan kehendak bebasnya mau membuat pilihan yang benar, bahkan dalam pilihan benar dalam anggapannya sekalipun, belum pasti/tentu dapat melakukan pilihan yang telah dibuatnya itu.
Pada rumah yang terbakar, semua setuju bahwa kehendak bebas yang kita miliki akan membuat kita menyelamatkan diri, tidak tinggal diam. Tetapi mengapa ketika menggunakan argument kehendak bebas, reaksi terhadap fakta yang disampaikan dalam berita Injil tidak membuat manusia membuat pilihan melarikan diri dari dosa dan berlari kepada Yesus Kristus yang diberitakan dalam Injil? Apakah fakta : api yang membakar rumah lebih menyeramkan dibandingkan dengan fakta manusia jatuh kedalam dosa dan terpisah dari Allah dan berkonsekuensi mati dan dihukum dalam kekekalan? ATAU, tidakkah setiap manusia yang mendengarkan berita Injil, semestinya dapat melihat bahaya yang diberitakan Injil? Sebuah kontradiksi tajam telah terjadi pada manusia, ketika isu keselamatan dalam kekekalan dibandingkan dengan kasus rumah yang terbakar! Tidakkah anda melihat sebuah kejanggalan yang sangat mengerikan pada diri manusia? Bagaimanakah anda menjelaskannya? Terlihat jelas bahwa kehendak bebas yang secara umum dapat bekerja efektif dalam dunia manusia, ternyata tidak bekerja efektif, tidak dapat diandalkan sama sekali untuk beroperasi dalam area keselamatan.Saya akan memberikan satu-dua ayat/nas dalam Alkitab yang memperlihatkan bahwa pada faktanya, terkait keselamatan, manusia tidak bisa diharapkan dan bodoh terkait keselamatan atau kematian dalam fakta kekekalan. Manusia bisa jadi sangat pintar dalam mengidentifikasi dan menangkal bahaya-bahaya dalam alam dunia ini, tetapi kala berhadapan dengan realita keselamatan dan kekekalan jelas sebaliknya, tidak berdaya :
Yeremia 8:4-7, dalam derajat tertentu meneguhkan apa yang baru saja saya perlihatkan, atau lebih tepatnya oleh firman Tuhan kita mendapatkan fakta mengerikan yang dihasilkan oleh kehendak bebas manusia kala beroperasi dalam keselamatan. Allah adalah kasih, kasihnya kepada manusia itu bahkan juga melampaui pemahaman manusia. Terhadap ketakberdayaan manusia, pun Allah karena kasih-Nya kepada manusia itu, mau menyingkapkan sebuah fakta yang hanya Dia saja yang sanggup melihat dan memahaminya. "Apabila orang jatuh, masakan ia tidak bangun kembali? Apabila orang berpaling, masakan ia tidak kembali?" Jika anda jatuh, anda pasti bangun kembali. Jika anda melakukan kesalahan, anda pasti berupaya memperbaiki kesalahan, demikianlah pada umumnya manusia berlaku di dunia ini. Tetapi, Allah menyampaikan sebuah fakta yang mengerikan pada manusia, yaitu, hal yang biasanya bekerja dalam urusan-urusan dunia semata, tumpul, mandul, mati kala beroperasi di area yang berhubungan dengan Allah, dengan keselamatan, sekalipun itu untuk manfaat manusia itu sendiri : "Mengapakah bangsa ini berpaling, berpaling terus-menerus? Mereka berpegang pada tipu, mereka menolak untuk kembali. Aku telah memperhatikan dan mendengarkan: mereka tidak berkata dengan jujur! Tidak ada yang menyesal karena kejahatannya dengan mengatakan: Apakah yang telah kulakukan ini! Sambil berlari semua mereka berpaling, seperti kuda yang menceburkan diri ke dalam pertempuran." Ketika manusia dengan kehendak bebasnya diperhadapkan atau berpijak di ranah bahaya yang Allah sajikan, reaksi manusia sungguh mengherankan, tidak seperti ketika manusia jatuh pasti bangun. Sebaliknya, inilah yang terjadi pada diri manusia terkait kejahatan di mata Tuhan :" Tidak ada yang menyesal karena kejahatannya , malahan mereka berpaling, seperti kuda yang menceburkan diri ke dalam pertempuran." Ini adalah fakta yang mengerikan pada manusia.
Bahkan Allah menggambarkan kebodohan perilaku manusia dalam kehendak bebasnya itu, lebih bodoh daripada burung, perhatikan pernyataan Allah yang mengasihi umat-Nya (sekalipun bodoh dan memberontak) :" Bahkan burung ranggung di udara mengetahui musimnya, burung tekukur, burung layang-layang dan burung bangau berpegang pada waktu kembalinya, tetapi umat-Ku tidak mengetahui hukum TUHAN." Ya… burung saja tunduk pada ketetapan-ketetapan yang Allah telah ciptakan, burung-burung mengetahui dan tunduk pada musim dan waktu yang telah ditetapkan baginya, TETAPI umat-Nya tidak mengetahuinya!
Masih pada Yeremia 8, pada ayat 3, menunjukan bahwa manusia yang membenci kebenaran Tuhan memang mencintai kematian pada dasarnya : " Tetapi semua orang yang masih tinggal dari kaum yang jahat ini akan lebih suka mati dari pada hidup di segala tempat ke mana Aku menceraiberaikan mereka, demikianlah firman TUHAN semesta alam." Saya percaya semua orang yang menolak kebenaran Injil akan membantah bahwa diri mereka lebih menyukai kematian dari pada hidup. Apa yang dikatakan Allah itu sungguh sinting, tidak logis, tidak benar! Mana ada manusia yang menyukai kematian, tidak ada! Suka- tidak suka memang setiap pembantah harus terlebih dulu menyangkali pernyataan Allah ini dan harus menuding Allah sebagai sok tahu dan terlampau ekstrim dalam menilai manusia. Tetapi saya perlu ingatkan, bahwa Allah pada dasarnya mengasihi manusia, dan sepatutnyalah kita memandang kasus Yeremia 8:4-7 sebagai kasih Allah yang berwujud dalam kesabaran yang luar biasa. Kalau masih juga ada manusia-manusia yang merasa lebih hebat dan bijak sehingga berani mengerdilkan fakta dalam Yeremia 8:4-7, maka pertimbangkanlah dengan sangat hati-hati peringatan Allah berikut ini :
Allah tidak butuh dan tidak peduli dengan segala kehebatan kita, yang dia kehendaki adalah anda mengenal Dia secara personal, mengenali Dia yang tidak hanya telah memperlihatkan KASIH SETIA, tetapi KEADILAN dan KEBENARAN. Kalau Dia, anda akui sebagai KEBENARAN, akankah anda berani dan nekat untuk melawan kebenaran Tuhan. Akankah anda berani untuk memandang rendah Yesus Kristus dengan deklarasinya bahwa barang siapa percaya kepadanya tidak turut dihukum, memiliki hidup kekal, dan sudah pindah dari kematian ke hidup. Bukankah Yesus adalah KEBENARAN? Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan KEBENARAN dan hidup. (Yohanes 14:6). Bukankah kehadiran Yesus adalah karena Kasih Allah yang begitu besar? Mengapa HANYA Yesus saja atau mengapa hanya SATU saja KEBENARAN yang dihadirkan dan diakui, dan SEMUA manusia harus berhadapan dengan FAKTA KASIH dan KONSEKUENSI yang menyertainya (bacalah :Matius 7:21, Matius 8:18-22, Matius 19:25-26, Markus 16:16, Yohanes 1:1,14,Yohanes 1:12, Yohanes 3:3, Yohanes 3:36,Yohanes 5:24, Yohanes 6:37, Yohanes 6:39,Yohanes 10:27-30,Yohanes 17:3, Yohanes 20:31)
Kalau kita semua percaya pada kemampuan operasi manusia dalam perihal yang sehari-hari di dunia ini terkait kehendak bebas manusia dan daya rasio manusia untuk mengidentifikasi bahaya, membuat pertimbangan-pertimbangan yang tepat dan sepatutnya, mengapa ketika terkait pada Keselamatan, tidak memiliki performa yang sama. Kalau kita mau melihat sebuah jawaban dan jika merujuk pada Yeremia 8:4-7, Allah menggambarkan manusia itu malah semakin berlari mendatangi bahaya, ketika diberikan teguran. Jika kita merujuk pada Yesus yang adalah KEBENARAN, malah dia dilempari dengan batu dan ditolak mentah-mentah kala dia memberitakan kabar baik, bahkan dia yang sebelumnya diapresiasi begitu tinggi oleh masyarakat setempat, akhirnya oleh masyarakat yang sama malahan dinilai lebih rendah daripada seorang penjahat, dan pada akhirnya dibunuh! Saya pribadi dapat memahami ketika Paulus menuliskan dalam Roma 3:11, sebuah pernyataan yang saya pastikan amat menohok jiwa setiap orang dan dapat dinilai sebagai sebuah perendahan intelektual yang keji. Beginilah Paulus menuliskannya : "Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah." Saya pribadi, pertama kali merenungkan ayat ini beberapa tahun lampau tak kalah mengerutkan dahi! Bagaimana bisa Paulus begitu lancangnya mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang berakal budi! Apakah dia berpikir manusia lebih bodoh dari seekor monyet? Saya masih dapat memahami jika monyet dikatakan tidak berakal budi dalam hubungannya mencari Allah, tetapi kalau manusia, susah sekali untuk percaya bahwa Paulus yang juga adalah seorang yang cerdas-berpendidikan tinggi di eranya, dapat menulis sebuah baris yang menghanyakan siapapun pembaca suratnya! Tetapi Paulus, menurut saya, masih terbilang lembut atau sopan, sebab sebetulnya dia membatasi isu ini dengan perihal "mencari Allah." Saya masih dapat memahami bahwa rasio jelas teramat sukar untuk menyentuh area yang supranatural, apalagi berbicara kebenaran, apalagi kalau kita percaya bahwa pada dasarnya manusia itu berdosa ( dalam hal ini Paulus menuliskannya juga dalam Roma 5:12:19). Sementara Allah, sang Pencipta, sang Hakim di bumi dan di surga secara gamblang menyebutkan bahwa: kita kala berkaitan dengan kebenaran dari Allah, manusia dalam perilakunya dapat menjadi tidak lebih pintar daripada burung (Yeremia 8:4;7)! Namun lebih daripada itu, sekali lagi, saya dapat memahami dan melihat sebuah kebenaran yang tak terbantahkan ketika Paulus menuliskan "tidak ada seorangpun yang berakal budi!" Sebab faktanya, sekalipun KEBENARAN itu telah hadir dan menyapa manusia dalam kasih yang teramat megah dan agung, pun dinilai oleh manusia sebagai barang busuk, sang Mesias itu malahan dinilai lebih rendah daripada seorang penjahat, pantas untuk dipertukarkan dengan penjahat, lebih pantas untuk mati ketimbang penjahat, demikianlah faktanya manusia memandang DIA (bacalah Matius 27:17)! Bahkan, pernyataan Paulus ini, masih teramat relevan dengan dunia kita saat ini, sebab faktanya sang KEBENARAN itu tetap saja ditolak dan dibenci. Ada begitu banyak literatur atau media yang berupaya menyudutkan dan merendahkan sang KEBENARAN, Juru Selamat itu! Faktanya, Yesus sendiri menyadari bahwa Dia tidak bisa mengandalkan kemampuan kehendak bebas dan rasio para murid-Nya untuk memahami kebenaran yang dia ungkapkan. Yesus tidak merampas atau membungkam kehendak bebas dan rasio manusia, Yesus sebaliknya menolong kehendak bebas dan rasio manusia (para murid-Nya) dari kebodohan dan ketakberdayaan, kala berhadapan dengan kebenaran yang teramat megah, luhur dan kudus. Mari kita lihat sebuah peristiwa yang memperlihatkan hal ini sebagaimana dicatat oleh Injil Lukas :
Yesus sedang menjelaskan semua hal yang harus digenapi, TENTANG DIRI YESUS, sebagaimana tertulis dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur. APA YANG MENAKJUBKAN dari nas ini? Yang membuat saya takjub bahwa Yesus tidak mengandalkan kecakapan-Nya dalam menyampaikan KEBENARAN, dan DIA juga TIDAK MENGANDALKAN kemampuan nalar dan kehendak bebas para murid-Nya untuk memutuskan apakah penjelasan Yesus itu rasional atau tidak sehingga dapat dipahami! Apa yang Yesus lakukan adalah : IA MEMBUKA PIKIRAN MEREKA, SEHINGGA MEREKA MENGERTI KITAB SUCI! Apa sih yang harus mereka mengerti sehingga YESUS HARUS/MUTLAK PERLU MEMBUKA PIKIRAN MEREKA terlebih dahulu? Inilah hal-hal yang tidak bisa tidak, perlu BANTUAN YESUS dengan cara membuka pikiran mereka :
Bukankah ini mengenai karya penebusan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus dan mengenai pemberitaan Injil? Jika para murid tidak dapat mengandalkan kehendak bebas dan kemampuan rasionalnya, SEBELUM TERLEBIH DAHULU DIBUKAKAN OLEH YESUS, bukankah terlebih lagi kita?
Sehingga jelas sekali, dapat dipahami mengapa Paulus mengatakan "tidak ada seorangpun yang berakal budi." Ya…sampai Tuhan harus membukakan pikiran mereka, maka tidak ada manusia yang memiliki akal budi untuk mencari dan mengenal TUHAN! Pemberitaan Injil anda sia-sia, tehnik hebat dan kecanggihan artikulasi anda sia-sia, sampai ALLAH membukakan pengertian kepada pendengar Injil. Hanya yang dibukakan oleh Allah sajalah yang dapat mengerti dan percaya, tanpa itu pemberitaan Injil anda sia-sia. Anda harus memberitakan Injil, namun Allah yang menentukan siapa yang akan menjadi percaya oleh pemberitaan Injil yang harus anda lakukan! Sekarang kita semua menyadari, bahwa semua manusia memiliki kehendak-kehendak—kita memiliki kapasitas untuk membuat keputusan-keputusan. Permasalahan teknisnya adalah ini: Manusia-manusia dapat memilih untuk melakukan apapun yang mereka inginkan. Namun keinginan-keinginan kita itu jarang ada didalam kendali kita! Jika ini adalah apa yang dimaksud sebagai KEHENDAK BEBAS,maka Alkitab memang mengasumsikan bahwa kita memang benar memiliki kehendak bebas yang demikian. Allah memerintahkan kita untuk menjadi sempurna, dan kita memiliki kehendak-kehendak dan karena itulah dapat memilih untuk mematuhi atau untuk tidak mematuhinya. Tetapi menyerahkan pada piluhan, pilihan dari manusia yang telah jatuh kedalam dosa, manusia yang berdosa memiliki kemampuan moral dan spiritual untuk mengarahkan hatinya kepada Allah? Mengacu pada Alkitab, satu-satunya jawaban yang mungkin adalah TIDAK. Sebagaimana dikatakan oleh Agustinus, orang-orang percaya bahkan tidak mampu untuk bekerjasama dengan anugerah Allah— manusia berdosa tidak hanya telah bersalah; manusia berdosa bermusuhan terhadap Allah. Jika manusia memiliki kesempatan untuk membunuh Allah, maka hal itu akan dilakukan (sebagaimana telah dilakukan 2.000 tahun lampau). Kebejatan manusia telah berlari jauh lebih dalam lagi daripada yang kita sadari. Iman yang menyelamatkan hanya dapat mengalir dari dari sebuah hati yang mengasihi Allah sebagaimana Yesus mengasihi Bapa—buah yang baik tidak dapat datang dari sebuah pohong yang buruk. Namun Alkitab mengajarkan bahwa manusia dalam naturnya yang telah jatuh kedalam dosa tidak dan tidak dapat mengasihi Allah. "seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah" (Roma 3:10-11). Sebagaimana Martin Luther berpendapat dalam Bondage of The Will (jika tertarik, bacalah di sini), manusia yang berdosa tidak mampu mencari Allah, karena kehendak bebas manusia ada dalam belenggu dosa. Nas-nas Alkitab berikut ini mengajarkan ketidakmampuan manusia dalam mencari Allah:
Michael Horton menggambarkan perihal manusia berdosa yang tidak dapat mencari Allah seperti ini, "Kita tidak dapat menemukan Allah karena alasan yang sama dimana seorang pencuri tidak dapat menemukan seorang polisi." Manusia berdosa tidak dapat menemukan Allah karena dia tidak menginginkan Allah. R.C . Sproul menjelaskan, "Manusia yang telah jatuh kedalam dosa memiliki kemampuan alami untuk membuat pilihan-pilihan tetapi tak memadai pada kemampuan moral untuk membuat pilihan-pilihan yang saleh." Sejak dalam kandungan hingga bertumbuh dewasa, manusia secara rohani telah mati (bandingkan dengan Yohanes 5:24), bermusuhan dengan Allah (bandingkan dengan Kolose 1:21-22, Roma 8:7, Imamat 26:21, Imamat 26:23-24, Imamat 26:27-28, Hosea 9:7), dan tidak mampu mencondongkan hati kepada Allah.Kehendak bebas manusia tidak memberikan manfaat sama sekali pada manusia, karena kehendak manusia dalam belenggu dosa, membuat manusia tak berdaya :
Kelahiran Baru: Kebangkitan Rohani
Apakah Iman adalah sebuah pemberian Allah? [Sambil menyimak ayat-ayat berikut ini, renungkan juga kisah sebelumnya pada Lukas 24:45, yang telah dipaparkan di atas]
Apakah Pertobatan adalah sebuah Pemberian Allah?
Keadilan, Belas Kasihan dan Ketidakadilan Konversi kita kepada Kristus bukanlah sebuah usaha patungan (joint venture) antara kita dan Allah, tetapi sebuah aksi sepihak (unilateral) pada bagian Allah untuk membangkitkan kita dari kematian rohani (bandingkan hal ini dengan sebuah artikel di sini ), mengubah hati kita sehingga kita dapat percaya dan bertobat. Keselamatan adalah anugerah semata—sola gratia. Bahkan keinginan kita untuk bekerjasama dengan Roh Kudus adalah diberikan kepada kita oleh Allah. Namun demikian, hal ini membawa kita pada sebuahkesadaran penuh—Allah tidak memberikan jenis anugerah ini kepada setiap orang. Tidak setiap oarng diberikan iman. Apakah ini tidak adil? Tidak. Tidak sama rata, ya—tetapi bukan tidak adil. Kita semua adalah orang-orang berdosa dan semua kita layak/pantas akan keadilan Allah—yaitu penghukuman atas dosa-dosa kita. Tidak seorangpun yang berhak atas belas kasihan. Jika belas kasihan adalah hal yang layak bagi kita, maka belas kasihan bukan lagi belas kasihan—itu akan menjadi keadilan! Allah bukan tidak adil terhadap setiap orang—tidak seorangpun yang kurang dari apa yang pantas untuk dia terima. Beberapa dari kita telah menerima belas kasihan; yang lainnya akan menerima keadilan. Allah bukanlah seorang Juru selamat dengan kesempatan yang sama rata. Memang benar demikian, sejak mulai dari Abraham. Allah memilih Abraham dalam sebuah cara dimana dia tidak memilih tetangga disebelah rumah Abraham. Allah sendiri telah menyingkapkan diri-Nya kepada Paulus dalam sebuah cara dimana dia tidak menyingkapkan dirinya kepada Nikodemus. Allah berdaulat dalam menjalankan belas kasihan-Nya. Artikel ini, masih memiliki kelanjutannya yang akan disajikan dalam kesempatan mendatang yang tidak segera. Text R.C. Sproul, Chosen by God, Tyndale, 1986. Bible, any modern translation, but no paraphrases like the Living Bible Suggested Reading James Montgomery Boice, Amazing Grace, Tyndale, 1993. Michael Horton, Putting Amazing Back into Grace, Baker, 1994. J.I. Packer, Evangelism & the Sovereignty of God, InterVarsity Press, 1961. _______, Hot Tub Religion, chapter 2, 1987. Edwin H. Palmer, The Five Points of Calvinism, Baker, 1972. John Piper, The Pleasures of God: Meditations on God's Delight in Being God, Multnomah, 1991. W.J. Seaton, The Five Pints of Calvinism, Banner of Truth Trust, 1970. R.C. Sproul, Grace Unknown: The Heart of Reformed Theology, Baker, 1997. _______, Willing to Believe: The Controversy over Free Will, Baker, 1997. David Steele & Curtis Thomas, The Five Points of Calvinism, P&R, 1963. |
You are subscribed to email updates from Anchor of Life Fellowship To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 comments:
Post a Comment