MENEPATI JANJI |
Posted: 13 Dec 2013 09:00 AM PST
Baca: Kejadian 50:1-14 Ayahku telah menyuruh aku bersumpah... izinkanlah aku pergi ke sana, supaya aku menguburkan ayahku; kemudian aku akan kembali. (Kejadian 50:5) Bacaan Alkitab Setahun: Film The Terminal mengisahkan seorang pria yang terpaksa tinggal di terminal bandar udara New York karena situasi negara asalnya. Yang membuat saya tersentuh adalah alasan pria itu pergi ke Amerika dan rela bersusah payah menjalani hari-hari di terminal tersebut. Ternyata ia hendak memenuhi janjinya kepada almarhum ayahnya, yaitu janji untuk mendapatkan tanda tangan dari musisi jazz idola ayahnya. Yusuf juga pernah melakukan hal yang serupa, yaitu menepati janji kepada almarhum ayahnya. Janjinya adalah janji untuk menguburkan jenazah Yakub, ayahnya, di tanah Kanaan. Sebetulnya dengan statusnya sebagai seorang petinggi di Mesir, tindakan ini bisa menimbulkan berbagai tanda tanya di kalangan penduduk. Bukankah di Mesir juga banyak tempat pekuburan? Mengapakah ayah seorang pejabat Mesir tidak mau dikuburkan di sana? Selain itu, tidak sedikit usaha yang harus dikeluarkan untuk memindahkan jenazah Yakub ke Kanaan. Tambahan lagi, kalaupun Yusuf memilih untuk tidak menepati janjinya, Yakub pun pasti tidak akan protes karena ia sudah mati. Tetapi, Yusuf memilih untuk menepati janjinya. Sebuah janji baik itu kepada pasangan, teman, anak, orangtua, Tuhan, maupun seseorang yang sekarang sudah meninggal, dibuat untuk ditepati. Memang kadang tidak mudah sebab banyak tantangan yang bisa menghadang. Tetapi, segala tantangan tersebut sebetulnya adalah ujian terhadap karakter kita. Adakah janji yang masih belum Anda tepati hingga saat ini? Tepatilah segera!—ALS JANJI DIBUAT UNTUK DITEPATI, Anda diberkati melalui Renungan Harian? Respons: |
Posted: 12 Dec 2013 09:00 AM PST
Baca: 1 Samuel 8:1-9 Setelah Samuel menjadi tua, diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel. (1 Samuel 8:1) Bacaan Alkitab Setahun: Ketika Mutia Hatta putri proklamator Moh. Hatta dihadirkan kepada publik, ketika Bugiakso cucu Jend. Sudirman tampil, atau ketika Sultan Hamengku Buwono X berkiprah serta merta kita akan mengaitkan mereka dengan ketokohan sang ayah atau kakek pada masa lampau. Kita membandingkan sikap dan perbuatan mereka. Publik berharap setidaknya para tokoh itu menyamai jiwa kepahlawanan leluhur mereka. Demikian pula Samuel. Kita tidak perlu meragukan ketokohannya. Ia nabi dan hakim yang berintegritas selama hidupnya. Orang sangat menghormatinya. Namun, saat rakyat melihat kedua anak Samuel, mereka mendapati sikap yang berbeda. Ketika mereka menjadi hakim, rakyat melihat mereka sebagai hakim yang mengejar laba, menerima suap, dan memutarbalikkan keadilan (ay. 3). Sungguh bertolak belakang dengan karakter Samuel, yang didapati tidak bercacat saat memimpin Israel (bandingkan 1 Sam. 12:1-5). Apakah Samuel tidak mendidik anaknya dengan baik? Baik Tuhan maupun rakyat tidak menegur Samuel tentang hal ini. Samuel sepanjang hidupnya giat mengajarkan takut akan Tuhan di seluruh tanah Israel. Jadi, kita tidak dapat menuding Samuel begitu saja. Sebaliknya, kita melihat bagaimana setiap orang harus bertanggung jawab dengan pilihan hidupnya masing-masing. Kesalehan orangtua tidak dengan sendirinya menjadikan anak mereka saleh. Tentu saja orangtua tetap dipanggil untuk mendidik dan menjadi teladan sebaik mungkin bagi anak mereka. Dan berdoa, kiranya sang anak memutuskan untuk memilih kebenaran.—MRT MEMILIH KEBENARAN ADALAH KEPUTUSAN PRIBADI SETIAP ORANG, Anda diberkati melalui Renungan Harian? Respons: |
You are subscribed to email updates from Renungan Harian® To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 comments:
Post a Comment