14-4-14 |
- 14-4-14
- Bermainlah dengan Benar
- Semua Salah-Ku?
- Kasih Itu Terlihat
- Mantan Pacarku yang Jahat
- Apakah Itu Dia?
- Kau Bukan Jodohku
Posted: 14 Apr 2014 12:45 AM PDT Aku rindu untuk menghitung berkat, terlebih ketika hari ini aku mengalami banyak hal yang membuat hatiku begitu kecewa. Aku tak ingin berlarut-larut dalam kekecewaan, oleh sebab itu akan aku tuliskan berkat-berkatku. Aku bersyukur untuk:
14-4-14 is a post from: Renungan Harian Kristen |
Posted: 13 Apr 2014 11:58 PM PDT Dua orang pengusaha sedang berbincang banyak hal mengenai bisnis mereka masing-masing. Tidak ada salah satu diantara mereka yang ingin usaha merosot dan mereka pun sedang bertukar pikiran tentang bagaimana cara menaikkan usahanya itu. X : Jika kita tetap seperti ini, maka kita akan merugi. Aku harus mencari cara agar aku bisa mendapatkan laba yang lebih besar. Aku tidak ingin membuang banyak waktu dan modal untuk menanti hasil yang tidak maksimal. Y : Bermainlah dengan benar, karena Tuhan itu tak pernah salah memberkati. Jika kita memilih jalan yang tidak benar, maka berkat-berkat Tuhan itu tidak akan tercurah atas usaha kita. Mungkin kita akan mendapatkan kekayaan, namun kekayaan itu akan membawa kita pada kebinasaan. Bermainlah dengan Benar is a post from: Renungan Harian Kristen |
Posted: 13 Apr 2014 09:18 PM PDT Saat kau tejatuh, kau salahkan Aku Saat kau tersakiti, kau salahkan Aku Saat kau tertipu, kau salahkan Aku Saat semua hal buruk menimpa hidupmu, kau salahkan Aku Kau bilang, Aku jahat Kau bilang, Aku tak peduli Kau bilang, Aku jauhimu Ingatkah kau, Aku selalu ingatkanmu saat kau hendak melakukan dosa itu Ingatkah kau, Aku selalu melarang saat kau hendak masuk lebih dalam Ingatkau kau, kau acuhkan semua perintah dan larangan-Ku Aku begitu peduli padamu Aku tak mau kau tersakiti Aku tak mau hal-hal buruk menimpa hidupmu Tapi kau tetap saja mengeraskan hatimu Kau menutup rapat telingamu dan tak dengarkan Aku Kau nikmati semua dosa itu yang kau anggap lebih baik dari berkat-berkat yang Aku berikan Kau tertawa tanpa mengingat-Ku Namun, Ketika kau menuai dari apa yang kau tabur kini, kau salahkan Aku Kau hanya mengingat-Ku saat kau menderita Tapi Aku akan tetap menerimamu apa adanya Aku akan membersihkan dosamu Tapi, Jangan pernah kau tinggalkan Aku lagi Apakah cinta-Ku tak cukup bagimu? *
Semua Salah-Ku? is a post from: Renungan Harian Kristen |
Posted: 13 Apr 2014 05:00 PM PDT Seorang wanita tua berada di emperan toko sore itu. Hujan deras membuat tubuhnya sedikit basah. Dia tak bisa segera pergi dari tempat itu karena memang kakinya telah lumpuh puluhan tahun silam. Setiap pagi dia diantar oleh anaknya dan harus menunggu sampai larut malam sampai dijemput oleh anaknya yang bekerja di kota lain. Wanita tua itu membiarkan orang-orang melaluinya begitu saja. Sampai pada akhirnya ada pejalan kaki berpayung dipanggilnya. “Apakah Anda bisa menolong saya untuk pulang?” “Oh tentu saja Nek.” “Tapi saya lumpuh.” “Saya akan menggendong Nenek.” Laki-laki itu pun menggendong wanita tua itu sampai di rumahnya. “Mengapa Nenek memilih meminta tolong kepada saya? Padahal banyak orang yang bisa Nenek mintai tolong.” “Saya sudah lama berada di jalan itu Nak, dan saya hapal setiap pandangan mata orang. Mereka tidak mempedulikan saya. Namun pandangan matamu berbeda Nak. Kasih itu terpancar dari matamu dan saya yakin bahwa kamu akan menolong saya.” Kasih sejati itu akan terpancar dengan sendirinya walau tidak diberitahukan sebelumnya. Orang yang memiliki kasih akan membuat orang lain yang melihatnya menjadi sangat nyaman dan tidak ragu untuk mendekat. Milikilah kasih seperti kasih Yesus, di mana Yesus menjadi dekat dengan semua orang dan memberikan kedamaian bagi yang berada di dekat-Nya. Banyak berbagai macam tipe manusia di dunia ini, namun hanya sedikit dari mereka yang mau mengasihi sesama dengan tulus. Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. Roma 13:8 Kasih Itu Terlihat is a post from: Renungan Harian Kristen |
Posted: 11 Apr 2014 08:10 PM PDT Bingung aku harus memulai dari mana. Awalnya hidupku sudah mulai hancur karena gaya berpacaran yang menyimpang jauh dari kehendak Tuhan. Hidupku gak karuan bahkan usaha untuk bunuh diri pernah kucoba karena perasaan diri yang teramat sangat rendah diri dan terbuang. Perasaan bersalah bercampur malu dan tak punya harga diri terus berkecamuk dalam pikiranku. Ingin rasanya aku bercerita kepada orang tuaku, namun hal itu sama saja dengan membunuh perasaan mereka pelan-pelan namun bila tak kuceritakan batinkulah yang tersiksa. Lama kurasakan dilema itu, semakin aku juga menjauh dari persekutuanku dengan Tuhan. Aku mulai mencaci maki Tuhan. Mengapa aku yang notabene seorang guru sekolah minggu malah mempunyai kehidupan dan permasalahan yang sangat memalukan dan tak patut dicontoh. Aku mulai bilang sama Tuhan. Ya..Tuhan seandainya memang aku yang bersalah terhadap mantan pacarku, bila aku yang memang selalu memanfaatkan dia hingga aku nista seperti sekarang ini, maka aku siap untuk tidak bersuami selamanya. Namun jika memang bukan aku yang bersalah bukan aku yang memanfaatkan segalanya yang ada padanya demi kepentinganku maka aku ingin Tuhan siapkan untukku jodoh yang perjaka, mau terima aku apa adanya yg sudah tidak perawan lagi, keadaanya jauh melebihi mantanku yang telah tinggalkanku dalam keadaan serba cacat cela, dan segala keadaannya jauh lebih baik melebihi mantanku yang jahat. Dan ternyata Tuhan memang tidak pernah tidur, mata-Nya selalu melihat ke semua sisi kita manusia dan telinga-Nya tak kurang panjang untuk mendengarkan segala keluh-kesah umat-Nya yang teraniaya. Dan hati-Nya penuh dengan belas kasihan dan penuh cinta. Dan pada akhirnya aku dipertemukan dengan seorang yang sungguh sesuai dengan kriteria apa yang telah aku sampaikan pada Tuhan melalui doaku, dan sekarang dia menjadi suamiku yang sungguh terimaku apa adanya. Makasih Tuhan, telah Kau pertemukan aku dengan jodohku meski terjal dan tajam jalan yang harus kulalui. Amien. Tuhan memberkati. Mantan Pacarku yang Jahat is a post from: Renungan Harian Kristen |
Posted: 11 Apr 2014 07:56 PM PDT Cinta merupakan hal yang tidak bisa direncanakan ataupun dipaksakan. Semua orang tidak percaya ketika menanyakan statusku dan aku berkata "masih jomblo" karena dilihat dari wajah (puji Tuhan aku tidak jelek-jelek amat…ciiie), ketika mereka melihat pekerjaan aku termasuk salah satu orang yang mapan. Mungkin nilai itulah yang diterapkan ketika memandangku. Aku seorang wanita biasa, berumur 26 tahun yang menurut standar sudah pada usia menikah. Aku merupakan pribadi yang unik, tidak mudah suka dengan orang namun bila aku sudah jatuh hati padanya akan sangat sulit move on. Ketika aku membaca Renungan Harian Kristen mengadakan lomba menulis pengalaman mencari cinta, aku sangat antusias. Bukan hanya karena berorientasi menang namun aku seperti mendapat jalan terbuka untuk menceritakan pengalamanku ke dalam media yang tepat. Karena pada prinsipnya orang akan mencurahkan isi hati bila ia sudah merasa nyaman dengan lawan ceritanya (tentunya dengan lebih spesifik lagi lawan bicara yang bisa dipercaya). Dan aku setiap hari membaca renungan ini via online. Ketika membicarakan pengalamanku berpacaran, orang bilang pacar pertama sih susah dilupakan. Benarkah? Aku tidak mengalaminya. Pacar pertamaku merupakan hamba Tuhan (pendeta) berasal dari Medan yang kuliah di Jakarta. Kami bertemu saat ia datang ke kotaku untuk praktek di gereja tempatku beribadah. Awalnya beliau kenal dengan orang tuaku dan sering main ke rumah. Aku tidak menyukainya dalam arti "cinta". Usiaku saat itu masih 18 tahun dan ia 31 tahun aku bahkan merasa aib ketika harus berpacaran dengan om-om. Namun motivasiku hanyalah untuk menyenangkan ibuku, aku dengan terpaksa menjalani selama 30 hari. Aku memutuskan untuk tidak terlalu jauh berhubungan dengannya karena aku merasa egois memperalatnya demi kesenangan ibuku tanpa memikirkannya akan terluka. Akhirnya aku memutuskannya dan menutup segala akses dengannya entah itu by phone, massage, fb aku merasa ini akan lebih baik dari pada berpura-pura dengan resiko mengecewakannya dan ibuku. Ia tidak terima dan masih menghubungiku dalam beberapa tahun lalu, namun sekarang ia sudah berkeluarga dan aku turut bergembira untuknya. Mau tidak mau dia merupakan orang yang mendorongku untuk sangat hati-hati menjaga hati. Aku memutuskan tidak mau sembarangan lagi dalam berpacaran. Pada perjalanan setelahnya aku bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang yang menyatakan cinta, namun pertahananku terlalu tebal untuk ditembus. Baru pada usia 21 tahun aku menemukan seseorang yang menurutku perfect. Ia tidak patah semangat mendekatiku, walaupun respon awalku terhadapnya sama dengan mereka yang menyukaiku sebelumnya dan tidak pernah berhasil jalan denganku. Sebut saja MV, saat kumengenalnya ia sedang dalam pendidikan, ingin bekerja di bidang pelayaran akupun saat itu juga masih di bangku kuliah semester 2. Ia meyakinkanku bahwa aku harus membuka hati dan menjalani hari dengan penuh cinta karena itu akan lebih indah. Ia merubah banyak sekali pemikiranku. Aku merasa kedatangannya seperti memberika air saat di gurun pasir. Akhirnya akupun menjalin cinta dengannya, kesabarannya mampu memuluhkan tembok hatiku. Berjalan bersamanya merupakan hari di mana aku tidak ingin mengakhirinya. Dia selalu memberikan motivasi dalam mengerjakan apapun termasuk saat ini aku merasa bisa sampai di posisiku sekarang karena dukungannya. Jujur aku sangat mencintainya. Dalam ketidaksempurnaannya sebagai manusia aku bisa menerimanya. Di usia pacaran 1,5 tahun dia sudah harus berangkat berlayar untuk pertama kalinya. Dia ikut dalam pelayaran kapal pesiar ke wilayah Eropa dengan rute perjalanan yang memakan waktu 9 bulan sekali jalan. Kegundahan meliputi saat keadaan memaksa Long Distance Relationship, namun kami berkomitmen untuk saling menunggu. Di minggu awal, mungkin tahap adaptasi baginya, hampir setiap hari ia menelepon, walaupun mungkin 3 menit telepon mati, kemudian mencoba telepon lagi 5 menit mati, seperti naik jet coaster rasanya ketika bisa berkomunikasi dengannya karena bukan hanya perasaan yang main saat itu, termasuk adrenalin, haha. Darinya aku belajar 'cinta yang tak bersyarat'. Akhirnya kamipun bertahan dan menang dalam keberangkatan yang pertama dan kedua. Dalam kepulangannya setelah 9 bulan yang kedua, aku menyaksikannya cukup mapan secara ekomoni dan ia ingin membawa hubungan kita lebih serius yaitu menikah. Ada perasaan senang dan sangat antusias. Namun permasalahan terjadi, kami berbeda keyakinan. Sejak awal kami menyadari bahwa kami berbeda namun kami tetap memaksakannya atas dasar cinta yang mampu mengatasi segala perbedaan itu. Dia tidak permah meminta banyak dariku selama ini selain kesetiaan, dan permintaan yang kedua adalah mengikuti keyakinannya sebagai kepala keluarga. Galau, sangat-sangat gundah aku memikirkannya. Orang tuaku sudah memberi rambu-rambu untuk tidak menikah denga orang yang berbeda keyakinan. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya aku memutuskan untuk tetap mengikut Yesus. Sebelum keputusan itu kuambil, aku banyak membaca buku tentang perbedan keyakinan, mendengar kotbah-kotbah tentang itu sembari berharap ada ruang untuk kami. Namun ternyata tidak. Aku harus tegas dan ini pilihanku. Kukatakan kepadanya aku tidak bisa lagi melanjutkan semua ini. Kecewa sudah pasti namun ia menunjukkan kerelaan hatinya berpisah secara baik-baik setelah 4 tahun lebih bersama. Justru ending yang seperti itu yang membuatku menangisinya hampir setiap malam walau ini sudah hampir 1 tahun kami tidak berkomunikasi lagi. Ia membatasi pertemuan dan komunikasi denganku, memang hal ini akan lebih baik karena kupikir akan sangat sulit mengendalikan perasaanku ketika kami masih sering mengobrol dan mencoba mencari titik tengah dari semua permasalahan. Setelah aku memutuskannya, ia berkata akan berangkat lagi untuk yang ketiga kali namun kali ini lebih lama sampai ia bisa melupakan segalanya yang terjadi di Indonesia denganku. Mungkin saat aku menulis ini ia sudah kembali ke Indonesia, namun aku tidak pernah lagi melihatnya aktif dalam media social sehingga tidak mengerti kabarnya. Sempat dalam kegundahan aku berfikir "I never stop to love you, I just stop to show it. Even if I miss you, I'll hold it in. I'll try to erase you. Even if you forget me, or even if you have erased me, in my heart, still you." Saat ini untukku sendiri merupakan tahap "rehabilitasi". Banyak yang mendekatiku baik di gereja maupun di tempat kerja, teman yang mereferensi bahkan perjodohan dari orang sekitar dan aku masih belum bisa sepenuhnya lupa dengan sang mantan. Aku masih tetap berdoa kepada Tuhan untuk memberikan pasangan yang sepadan denganku, aku yakin Dia takkan terkecewakan karena aku tahu seperti apa Tuhanku yang kusembah memelihara hidupku mekar seperti bunga. Aku tetap memegang 'dahulukan kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu'. Orang boleh pesimis dan berkata dengan sikapku, aku akan menjadi perawan tua/aku memutuskan selibat. Dalam hati aku hanya berserah, aku mengenal Tuhan. Ia takkan merancangkan yang buruk bagiku. Dan aku sadari waktunya selalu tepat. God Bless all readers.
Apakah Itu Dia? is a post from: Renungan Harian Kristen |
Posted: 11 Apr 2014 07:50 PM PDT Sudah lebih dari seminggu, tak ada SMS, telepon, atau apapun yang bisa membuat aku tahu bagaimana kabarmu. Aku tak tahu kenapa kau tak mengirimkan kabarmu padaku, padahal aku sangat menanti kabar darimu. Kau tahu, aku sakit, aku sakit karena terlalu memikirkanmu, terlalu memikirkan cinta bodohku padamu. Seandainya kau tak pernah menyatakan cinta dan aku tak pernah menjawab "YA", mungkin aku takkan merasakan seperti ini. Kau selalu bilang aku tak punya waktu untukmu, padahal kau juga demikian. Kau sibuk dengan pekerjaanmu, kau sibuk dengan kuliahmu, kau sibuk dengan keluargamu tanpa kau pikirkan aku, kau tahu, setiap malam kau selalu ada dalam mimpiku. Mungkin ini memang jalan Tuhan untuk menunjukkan bahwa kau memang bukan jodohku. Kau bukan orang yang tepat untukku. Aku terlalu memaksakan diri untuk mendapatkan apa yang tak mungkin ku dapat. Kita memang berbeda. Berbeda kebudayaan dan berbeda keyakinan. Aku selalu berharap bahwa kau mau memiliki keyakinan yang sama denganku, tapi itu semua sia-sia karena kini aku tak tahu engkau ada di mana. Terkadang apa yang kita inginkan tak bisa kita dapat. Apa yang kita mau tak bisa kita miliki. Dan kita berpikir bahwa Tuhan tidak adil. Padahal, seharusnya kita percaya bahwa Tuhan memiliki rencana dan rancangan yang indah dalam hidup kita. Mungkin kita mencintai seseorang yang menurut kita baik, tapi jika Tuhan berkata tidak, maka kita tak bisa memaksakan diri untuk berjodoh dengannya. Jodoh, rejeki, maut semua ada di tangan Tuhan. Maka kita harus meyakini bahwa segala sesuatu itu akan indah pada waktunya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. Pengkotbah 3:11 Kau Bukan Jodohku is a post from: Renungan Harian Kristen |
You are subscribed to email updates from Renungan Harian Kristen To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 comments:
Post a Comment