TETELESTAI |
Posted: 18 Apr 2014 10:00 AM PDT
Baca: Yohanes 19:28-30 Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia, "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. (Yohanes 19:30) Bacaan Alkitab Setahun: Ketika melayat orang yang meninggal dunia, khususnya jika almarhum masih muda, saya sering mendengar ungkapan kesedihan anggota keluarga tentang harapan yang belum terkabul atau cita-cita yang belum teraih. Itu karena ketidaktahuan manusia akan kapan ajalnya, sekaligus menunjukkan ketidakberdayaan manusia. Berbeda dengan Yesus. Walaupun Dia meninggal pada usia muda, Dia telah menyelesaikan misi hidup-Nya dengan tuntas, yaitu menjadi kurban bagi keselamatan manusia. Semua dijalani-Nya dengan tekun sehingga di tiang salib Golgota, Dia dapat berkata tetelestai, yang artinya "Sudah selesai". Kata ini berasal dari kata kerja teleĆ“, yang artinya "mengakhiri, mewujudkan, dan menyelesaikan dengan sempurna". Dalam penemuan arkeologis, kata ini tertulis dalam dokumen bisnis atau nota yang menunjukkan utang yang telah dibayar, sama seperti tukang kredit zaman sekarang menulis kata "lunas" pada surat utang. Kata ini juga diucapkan pelukis atau pemahat saat menyelesaikan karyanya dan menyimpulkan ia tidak perlu menambahkan apa pun lagi. Kata ini dalam bentuk past perfect tense, menunjukkan tindakan penebusan yang telah selesai pada masa lalu dengan hasil yang tetap berlanjut sampai sekarang. Karya penebusan Kristus telah lengkap dan paripurna. Usaha kita untuk memperoleh keselamatan tidak diperlukan sama sekali. Menerima dan mensyukuri anugerah-Nya adalah respons terbaik kita. Dia juga mengajarkan kita untuk setia mewartakan kabar baik Allah hingga hembusan napas penghabisan.—HT KRISTUS TELAH MENYELESAIKANNYA, Anda diberkati melalui Renungan Harian? Respons: |
Posted: 17 Apr 2014 10:00 AM PDT
Baca: Matius 27:45-50 Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya. (Matius 27:50) Bacaan Alkitab Setahun: Bagaimanakah perasaan Anda ketika Anda harus berkurban untuk orang lain? Bagaimana jika orang yang untuknya Anda berkurban itu ternyata tidak menghargai pengurbanan itu atau bahkan menolak pengurbanan itu? Kita dapat membayangkan sekilas perasaan Tuhan Yesus ketika Dia menjalani hukuman salib. Dia yang tiada berdosa, namun rela menderita bahkan sampai mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Kita dapat memahami jika Yesus merasa pedih ketika manusia justru menolak dan mencemooh diri-Nya, bahkan menyiksa-Nya dengan brutal. Sebagai seorang manusia, Yesus juga tercekam ketakutan yang mendalam karena Allah yang mengutus-Nya seakan-akan meninggalkan Dia. Dia berseru kepada Allah, "Eli, Eli lama sabakhtani—Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku" (ay. 46). Tuhan Yesus Mahakuasa dan mampu menghindari hukuman salib itu. Akan tetapi, karena kasih-Nya, Anak Allah memilih menyerahkan nyawa-Nya untuk menyelamatkan manusia (ay. 50). Setiap Jumat Agung, kita memperingati pengurbanan dan kematian Tuhan Yesus. Apakah kita masih merasakan getaran kematian-Nya yang menghapus dosa kita? Ataukah, perayaan Jumat Agung hanya menjadi ritual tahunan? Jika Yesus yang tanpa dosa telah rela berkurban demi kita yang penuh dosa ini, maukah kita juga berkurban demi sesama kita untuk mewartakan kabar baik dan keselamatan yang Tuhan anugerahkan? Sekalipun kita mungkin ditolak atau tidak dihargai, biarlah hal itu tidak menyurutkan keikhlasan kita.—EIS PENGURBANAN YANG SEJATI TIDAK AKAN SURUT OLEH PENOLAKAN Anda diberkati melalui Renungan Harian? Respons: |
You are subscribed to email updates from Renungan Harian® To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 comments:
Post a Comment